Psikolog klinis dari Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur Surabaya Ella Titis Wahyuniansari berpesan agar masyarakat tidak menuntut orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang sudah dinyatakan pulih dengan obat untuk kembali hidup sempurna.
Pasalnya, ia menilai masih banyak keluarga pasien ODGJ yang belum bisa menerima kondisi pasien yang tidak dapat kembali beraktivitas dan berperan dengan sempurna meski sudah dinyatakan pulih dan diizinkan kembali ke masyarakat.
“Jangan menuntut pasien ODGJ yang sudah pulih, terutama yang sebelumnya dengan level berat harus kembali hidup sempurna, misalnya kembali bekerja kantoran dan jadi manajer kayak sebelum sakit, itu ya gak bisa,” kata Ella di Surabaya, Jawa Timur, Kamis malam.
Ia pun mengingatkan para keluarga dengan pasien ODGJ bahwasanya pasien yang sudah dinyatakan pulih nyatanya tetap memiliki keterbatasan dalam melakukan beberapa peran, termasuk dalam hal bekerja.
Ketika pasien ODGJ kembali kepada keluarga, lanjut dia, keluarga harus bisa menjadi lingkungan yang positif dan suportif bagi kestabilan kondisi pasien. Keluarga harus mampu melihat keahlian dan kemampuan apa yang bisa dikembangkan dari pasien ODGJ yang sudah dinyatakan pulih dengan obat.
“Biarkan dia bekerja, tapi sesuai dengan kemampuannya. Kalau dia mampunya bukan kerja kantoran, ya kita dukung. Kita mendorong aja, memberikan motivasi ke dia, melatih dia untuk bersosialisasi. Ingat, bukan menuntut,” tegasnya.
Ia mengatakan tuntutan keluarga tidak jarang malah kembali memperburuk kondisi kesehatan pasien ODGJ yang sebelumnya sudah dinyatakan pulih karena menghadirkan situasi yang tidak nyaman dan tidak memberdayakan bagi pasien.
Oleh karena itu, Ella mengatakan dukungan tiap anggota keluarga sangat penting bagi kestabilan kondisi kesehatan pasien ODGJ, yang terlihat tidak hanya melalui rutinitas pasien meminum obat, namun juga aktivitas dan relasi sosial yang suportif bagi pasien.
Pasalnya, ia menilai masih banyak keluarga pasien ODGJ yang belum bisa menerima kondisi pasien yang tidak dapat kembali beraktivitas dan berperan dengan sempurna meski sudah dinyatakan pulih dan diizinkan kembali ke masyarakat.
“Jangan menuntut pasien ODGJ yang sudah pulih, terutama yang sebelumnya dengan level berat harus kembali hidup sempurna, misalnya kembali bekerja kantoran dan jadi manajer kayak sebelum sakit, itu ya gak bisa,” kata Ella di Surabaya, Jawa Timur, Kamis malam.
Ia pun mengingatkan para keluarga dengan pasien ODGJ bahwasanya pasien yang sudah dinyatakan pulih nyatanya tetap memiliki keterbatasan dalam melakukan beberapa peran, termasuk dalam hal bekerja.
Ketika pasien ODGJ kembali kepada keluarga, lanjut dia, keluarga harus bisa menjadi lingkungan yang positif dan suportif bagi kestabilan kondisi pasien. Keluarga harus mampu melihat keahlian dan kemampuan apa yang bisa dikembangkan dari pasien ODGJ yang sudah dinyatakan pulih dengan obat.
“Biarkan dia bekerja, tapi sesuai dengan kemampuannya. Kalau dia mampunya bukan kerja kantoran, ya kita dukung. Kita mendorong aja, memberikan motivasi ke dia, melatih dia untuk bersosialisasi. Ingat, bukan menuntut,” tegasnya.
Ia mengatakan tuntutan keluarga tidak jarang malah kembali memperburuk kondisi kesehatan pasien ODGJ yang sebelumnya sudah dinyatakan pulih karena menghadirkan situasi yang tidak nyaman dan tidak memberdayakan bagi pasien.
Oleh karena itu, Ella mengatakan dukungan tiap anggota keluarga sangat penting bagi kestabilan kondisi kesehatan pasien ODGJ, yang terlihat tidak hanya melalui rutinitas pasien meminum obat, namun juga aktivitas dan relasi sosial yang suportif bagi pasien.