Tantangan
SSGI terbaru yang dirilis Kementerian Kesehatan pada awal 2023 memotret prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4 persen di 2021 menjadi 21,6 persen di 2022.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKM-UI) Prof Tjandra Yoga Aditama menyebut upaya menurunkan prevalensi stunting di Indonesia termasuk capaian baik jika dibandingkan dengan laju penurunan prevalensi stunting sejumlah negara di dunia dalam satu dekade terakhir, dengan rata-rata di atas 1 persen.
Target menurunkan laju stunting mencapai 14 persen kurang dari setahun ke depan, menjadi beban berat untuk dicapai, sebab dihadapkan pada intervensi persoalan yang kompleks, mulai dari masa remaja sampai kehamilan melalui pemberian tablet penambah darah, fase melahirkan melalui skrining kesehatan, hingga menjamin asupan gizi seimbang dan kaya protein hewani di tahun-tahun pertama kehidupan anak.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengakui bahwa persoalan terberat menurunkan laju stunting adalah menjamin asupan pangan berprotein hewani sampai ke dalam mulut balita, yang selama ini belum tersentuh oleh pengawasan pemerintah pusat.
Tak jarang juga intervensi yang dilakukan pemerintah keliru. Contohnya pada pemanfaatan alokasi anggaran stunting yang diserap untuk membangun pagar puskesmas, hingga lebih banyak kegiatan rapat koordinasi daripada eksekusi program di lapangan.
Berdasarkan laporan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati, hanya Rp34 triliun dari total Rp77 triliun alokasi dana penanganan stunting yang diserap tepat sasaran.
Belum lagi isu keberpihakan anggaran kesehatan di tengah tahun politik, di mana perhatian dan sumber daya tersedot ke aktifitas yang terkait dengan kontestasi politik.
Tjandra mengemukakan sejumlah pendekatan yang bisa dipakai agar penurunan stunting tahun ini dan tahun depan dapat terus ditingkatkan, mulai dari komitmen politik penentu kebijakan publik untuk tetap memberi porsi penting bagi kesehatan, dalam hal ini stunting.
Selain itu, bentuk program secara ilmiah dan jelas terkait intervensi stunting sebelum dilaksanakan di lapangan. Politisi juga dapat menggunakan isu keberhasilan penanggulangan stunting sebagai salah satu bahan kampanye mereka dalam konteks yang positif, karena merupakan kegiatan nyata demi kesehatan anak bangsa.
Masyarakat madani dan juga media massa perlu terus mendorong penentu kebijakan publik untuk melakukan kegiatan nyata di lapangan tentang pengendalian stunting, selain kegiatan langsung oleh masyarakat di lapangan.