Medan (ANTARA) - Yayasan Pusaka Indonesia (YPI) menyatakan bahwa Hari Kesehatan Nasional yang diperingati setiap 12 November menjadi momentum untuk mengevaluasi standar kesehatan serta mewujudkan kabupaten kota sehat.
Koordinator Program Tobaco Control Yayasan Pusaka Indonesia Elisabet Perangin-angin di Medan, Jumat, mengatakan, pihaknya berharap Hari Kesehatan Nasional tidak hanya dijadikan sebagai kegiatan seremonial, namun juga sebagai evaluasi serta momentum penerapan dan pemenuhan infrastruktur kesehatan.
Hari Kesehatan Nasional diharapkan menjadi momentum bersama masyarakat dan pemerintah untuk mewujudkan kesehatan sebagai hal utama memajukan bangsa.
"Mari bersama-sama kita mewujudkan kabupaten kota sehat. Kita dorong pemerintah untuk ikut penilaian kabupaten kota sehat, kita bantu juga pemerintah untuk mewujudkannya. Dan satu lagi, kita dorong pemerintah pusat untuk segera mensahkan ranperpres kabupaten kota sehat yang sudah digagas sejak tahun 2018, karena semua ini untuk kemajuan Bangsa Indonesia," katanya.
Ia mengatakan, pemerintah yang peduli dengan kesehatan masyarakatnya pasti akan memberikan pelayanan dan infrastruktur yang layak yang menjamin kesehatan masyarakatnya.
"Artinya pemda yang ikut penilaian kabupaten kota sehat, percaya bahwa kesehatan masyarakat sejalan dengan kesejahteraan masyarakatnya. Masyarakat yang sehat, generasinya juga akan kuat di masa mendatang. Pemenuhan hak masyarakat atas kesehatan tolok ukur bagi kemajuan pembangunan di masa mendatang karena memiliki SDM yang kuat," katanya.
Elisabet juga menambahkan bahwa tahun ini adalah tahun tantangan terhebat bagi kesehatan khususnya anak Indonesia. Belum usai persoalan COVID-19, isu cacar monyet sudah menyerang, dan yang terakhir sangat memilukan ketika ditemukan 141 anak Indonesia yang meninggal akibat gangguan ginjal akut.
Baca juga: YPI: HAN momen penting penuhi hak dasar anak
Hal lain yang masih menjadi tantangan bagi pemenuhan kesehatan anak-anak Indonesia adalah persoalan stunting.
Menurut dia, persoalan stunting anak bukan hanya disebabkan persoalan gizi buruk tetapi juga persoalan perilaku keluarga yang ada kaitannya dengan konsumsi rokok orang tua. Ditambah lagi anak dan ibu hamil yang terpapar asap rokok bisa mengakibatkan stunting.
"Meski ini persoalan perilaku seseorang, tetapi pemerintah punya cara untuk mengendalikan konsumsi rokok. Kecenderungan masyarakat Indonesia lebih mengutamakan konsumsi rokok ketimbang gizi anak. Bantuan yang diberikan pemerintah untuk kebutuhan gizi anak tidak sedikit yang diselewengkan untuk rokok," ujarnya.
Artinya, menurut Elisabeth, pemerintah secara garis besar harus punya andil mengendalikan persoalan tembakau yang sudah menjadi isu internasional. Salah satunya adalah penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), pelarangan iklan dan sponsor rokok, serta penerapan kabupaten kota sehat.