Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Sukman Tulus Putra mengemukakan risiko penyakit jantung dapat dicegah melalui deteksi dini dan intervensi kesehatan yang tepat sejak usia anak dan remaja.
"Deteksi faktor risiko kardiovaskular secara individual dan intervensi pada masa anak dan remaja merupakan strategi yang sangat penting untuk menurunkan risiko penyakit jantung pada usia dewasa," kata Sukman Tulus Putra melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin pagi.
Ia mengatakan pada umumnya manifestasi klinis kardiovaskular terjadi pada usia dewasa dan lanjut sebelum umur 60 tahun. Namun, proses pathogenesis aterosklerosis yang menyebabkan penyakit kardiovaskular telah terjadi sejak usia dini, terutama pada anak dan remaja.
Baca juga: Mengenal jantung koroner dan tata cara penanganannya
Meskipun belum ada penelitian epidemiologis yang menyeluruh di Indonesia, kata Sukman, beberapa penelitian pada pelajar menunjukkan tingginya faktor risiko kardiovaskular pada usia sekolah.
"Identifikasi dan intervensi terhadap faktor-faktor tersebut pada anak dan remaja merupakan upaya untuk mencegah dan menurunkan kejadian kardiovaskular, termasuk penyakit jantung koroner," katanya.
Menurut Sukman, risiko kardiovaskular dikelompokkan dalam faktor tradisional meliputi hiperlipidemia, obesitas, inaktivitas atau sedentary, diabetes melitus, merokok dan hipertensi. Kelompok intrinsik meliputi genetik, lingkungan dan suscestibility, serta kelompok risiko yang baru muncul meliputi infeksi sistemik, sitokine, CRP, dan homosistein.
"Faktor risiko yang ditemukan pada seorang individu akan menyebabkan disfungsi endotel vaskular, sehingga terjadi penurunan produksi NO, peningkatan respons inflamasi endotel dan hyperplasia intima yang pada akhirnya akan terbentuk lesi aterosklerotik yang akan menyebabkan terjadinya penyakit jantung koroner," katanya.
Terdapat tiga fokus utama yang dapat mencegah faktor risiko kardiovaskular pada anak dan remaja dari aspek promosi kesehatan, yakni nutrisi, aktivitas fisik, dan paparan tembakau (rokok).
Nutrisi sejak bayi berupa pemberian ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bulan untuk memberi ketebalan tunika intima media arteri karotis lebih tipis. Berbeda secara makna dibandingkan pada remaja yang pada masa bayi minum susu formula atau ASI kurang dari 4 bulan.
"Hal ini membuktikan bahwa nutrisi yang baik anak sejak usia dini dapat mengurangi risiko terjadinya kardiovaskular akibat aterosklerosis di kemudian hari," katanya.
Sukman mengatakan aktivitas anak yang kurang dan paparan terhadap tembakau yang berlebihan dapat meningkatkan risiko, khususnya penyakit jantung koroner yang saat ini menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
“Deteksi faktor risiko kardiovaskular melalui uji tapis pada usia anak dan remaja dan strategi untuk melakukan intervensi merupakan kunci utama dalam menurunkan angka kejadian kardiovaskular di usia dewasa dan lanjut," katanya.
Kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama di seluruh dunia, umumnya di negara berpenghasilan rendah dan menengah termasuk Indonesia.
Proyeksi ke depan akan terjadi kematian akibat kardiovaskular sebanyak 23 juta per tahun pada 2030, dan akan menjadi penyebab kematian utama. Saat ini terdapat sekitar 17 juta kematian per tahun akibat kardiovaskular dan merupakan 31 persen dari seluruh total kematian di dunia.
Menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Indonesia pada 2016, penyakit jantung merupakan 35 persen dari seluruh kematian yang jumlahnya 1.863.000, disusul dengan kanker (12 persen) dan penyakit tidak menular lainnya.