Jakarta (ANTARA) - Jumlah total vaksin yang telah tiba di Tanah Air mencapai 229.615.290 dosis, baik dalam bentuk curah maupun yang siap pakai, menyusul ketibaan vaksin tahap 52, 53, 54, dan 55 pada Jumat (10/9).
Menurut keterangan tertulis Kementerian Komunikasi dan Informatika yang diterima di Jakarta, Jumat, Indonesia telah menerima ke-empat gelombang pengiriman tersebut dalam satu hari, termasuk 639.900 dosis vaksin jadi buatan Pfizer yang tercakup dalam gelombang ke-52.
Adapun kedatangan tahap ke-53 berupa 2.079.000 dosis CoronaVac, sementara tahap ke-54 mencakup 615.000 dosis vaksin jadi buatan AstraZeneca, dan yang ke-55 merupakan 359.700 dosis vaksin AstraZeneca yang merupakan hibah dari Pemerintah Prancis.
Baca juga: Sumbangan 358.700 dosis vaksin COVID-19 dari Prancis tiba di Indonesia
“Vaksin AstraZeneca ini merupakan bantuan dari Pemerintah Prancis melalui mekanisme COVAX,” kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dikutip dari pernyataan tersebut.
Dengan demikian, jika dihitung dari titik ketibaan, maka hingga kedatangan tahap ke-55 ini jumlah vaksin yang telah tiba di Indonesia mencapai 229.615.290 dosis, baik dalam bentuk curah maupun siap pakai.
Menlu pun menyampaikan rasa terima kasih pemerintah Indonesia terhadap Prancis atas bentuk solidaritas yang dicerminkan melalui skema kerja sama berbagi dosis atau dose-sharing yang terbagi dalam tiga tahap.
"Pengiriman yang tiba dari Prancis hari ini merupakan tahap yang pertama dari total komitmen sebanyak 3 juta dosis," kata Retno.
Sementara itu, Duta besar Prancis untuk Indonesia, Olivier Chambard, mengatakan bahwa komitmen sebesar 3 juta dosis tersebut akan disalurkan melalui fasilitas COVAX. Dia pun menegaskan komitmen pemerintah Prancis dalam mendukung program vaksinasi yang dilakukan oleh Indonesia.
Sebagai salah satu ketua COVAX AMC Engagement Group, Retno mengatakan bahwa fasilitas kerja sama multilateral itu memiliki target untuk menyalurkan 2 miliar dosis vaksin pada akhir 2021 nanti, namun upaya tersebut tengah terkendala berbagai isu termasuk larangan ekspor, kelangkaan pasokan dibanding permintaan, serta keterlambatan persetujuan regulasi.
Meski demikian, khususnya bagi Indonesia, dia mengatakan bahwa diplomasi negara akan terus bergerak cepat untuk memenuhi kebutuhan vaksin di dalam negeri, sembari menyuarakan akses yang adil terhadap vaksin untuk seluruh negara di dunia.