Jakarta (ANTARA) - Secara universal, mayoritas orang-orang sangat suka kisah underdog, seseorang yang awalnya bukan siapa-siapa dan tak punya apa-apa, lantas dalam perjalanan hidupnya menjadi sukses setelah melewati berbagai rintangan.
Cerita macam itu memberikan harapan, pencerahan dan motivasi seolah-olah segalanya mungkin terjadi dalam kehidupan nyata.
Memiliki ide serupa, film persembahan Netflix "White Tiger" tampaknya memang jauh berbeda dengan "Slumdog Millionaire" (2008) yang menyabet delapan piala Oscar pada 2009, termasuk Film Terbaik.
Sementara "Slumdog Millionaire" merayakan kesuksesan sang operator telepon Jamal Malik dalam meraih sukses lewat kuis "Who Wants to be Millionaire" sekaligus memenangkan hati pujaan hati Latika, "White Tiger" menyeret pemirsa ke pusaran kisah Balram dalam meraih sukses dengan cara yang lebih kelam.
Diadaptasi dari novel karya Aravind Adiga yang rilis tahun 2008 dan menyabet penghargaan Man Booker Award dan New York Times Bestseller, "White Tiger" mengisahkan perjalanan hidup Balram Halwai (Adarsh Gourav), pemuda yang tumbuh dalam kemiskinan, di sebuah desa terpencil di India bernama Gaya.
Sejak kecil, Balram terbiasa menghabiskan hari di rumahnya yang sempit bersama orangtua, nenek, serta sanak saudaranya laki-lakinya.
Dibesut oleh sutradara Amerika keturunan Iran Ramin Bahrani, yang sebelumnya menggarap film-film berbiaya rendah namun ciamik seperti "Man Push Cart" (2005) dan "Goodbye Solo" (2008), Bahrani menyulap novel debut karya Aravind Adiga yang dark soal perbudakan, kelas sosial, korupsi, dan ambisi di India abad ke-21 menjadi film yang sangat menyenangkan.
Bahrani membuka kisah "White Tiger" versi dia dengan sebuah latar waktu sekira tahun 2010 di Bangalore, India di mana seorang pengusaha perlente Balram Halwai menulis surat untuk Perdana Menteri China Wen Jiabao yang hendak berkunjung ke India kala itu.
Dalam surat kepada Jiabao, Balram mengungkapkan keinginannya untuk bertemu. Dia menjelaskan bahwa dia adalah seorang entepreneur sukses.
Balram mengatakan bahwa Bangalore adalah jawaban negaranya untuk Silicon Valley, namun tanpa maksud meniru Amerika.
"Saya pikir kita bisa sepakat bahwa Amerika sudah ketinggalan jaman, India dan China adalah masa depan," katanya dalam surat.
Bahrani kemudian membawa penonton kembali beberapa tahun dan, dengan kutipan dari surat Balram kepada Wen Jiabao membentuk semacam narasi bergulir.
Gampang ditebak, film lalu mengisahkan bagaimana Balram bangkit dari kemiskinan pedesaan dan mengacaukan sistem kasta kaku India.
Agak mirip film "Parasite", di mana sang tokoh utama menempel ke dalam rumah tangga kaya, Balram juga menjadi sopir untuk keluarga kaya Delhi, tuan tanah dari desa dia dilahirkan, misinya menjadi pelayan yang paling disukai.
Balram mendedikasikan dirinya kepada tuan barunya, Ashok (Rajkummar Rao) yang memiliki istri berkebangsaan Amerika, Pinky (Priyanka Chopra Jonas).
Ashok dan Pinky awalnya tampak sangat ideal sebagai pembawa nafas baru di mana keduanya menentang superioritas, sangat baik hati, dan perhatian pada Balram.
Tetapi setelah ketiganya mengalami kecelakaan, Ashok berubah.
Dia mengumpankan Balram jadi tersangka. Ashok bahkan mengeksploitasi peluang baru India, dengan menggunakan korupsi keluarga untuk melawannya.
Dibanding film Danny Boyle, "Slumdog Millionaire" (2008), ini adalah kisah yang lebih pintar, lebih kompleks, dan lebih membuat tak nyaman, menyoroti gelapnya hubungan tuan-pelayan.
"Apakah kita membenci tuan kita di balik topeng cinta. . . atau mencintai mereka di balik wajah kebencian?" kata Balram dalam renungannya.
Berangkat dari kesadaran pahit dan kemarahan yang kelam itu, Balram lantas bertekad menjadi pria "bebas". Dia kemudian mewujudkan impian Ashok dan pergi ke Bangalore membangun bisnis dia sendiri.
Balram membuat takdirnya sendiri dengan mendirikan start up ride hailing. Dengan pengalamannya yang panjang, dia memperlakukan para pegawainya dengan lebih manusiawi dan meraih sukses berkat itu.
"White Tiger" mendapatkan penilaian 90 persen dari Rotten Tomatoes dan 7,2 dari 10 peringkat di IMDb.
Akting Adarsh Gourav yang pernah main di "My Name is Khan" (2010) layak mendapat pujian. Sosoknya yang sangat lugu dalam mengabdi kepada sang tuan berubah mengejutkan saat dia menjadi pengusaha "cerdik" yang senang main-main dengan polisi.
Sementara Rajkummar Rao juga cukup meyakinkan saat dia memerankan sosok tuan muda penuh mimpi tapi terlalu nyaman untuk mewujudkannya. Paling menonjol dari akting Rao adalah saat dia ditinggal ergi oleh istrinya yang sudah muak dengan segala perilaku keluarga besar Ashok.
Ashok limbung dan tenggelam dalam minuman keras sebelum akhirnya Balram menyelamatkannya dan memberinya motivasi.
Untuk Priyanka Chopra, "White Tiger" rasanya memang film untuk dirinya. Siapa lagi yang lebih pantas memerankan sosok wanita cerdas, imigran generasi pertama Amerika, Pinky Madam, yang datang ke India demi cintanya pada sang suami selain jebolan Miss World tersebut.
Meski bukan tontonan yang membuat nyaman, bahkan lebih ke film thriller psikologi, namun "White Tiger" layak ditonton untuk memberikan gambaran lain kisah underdog dalam menentukan takdirnya sendiri.
"White Tiger" sudah tayang di Netflix sejak 22 Januari 2021.
Film "White Tiger", "underdog" yang menentukan takdirnya sendiri
Minggu, 24 Januari 2021 10:12 WIB 1105