Medan (ANTARA) - Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 117/TK/Tahun 2020 tertanggal 6 November 2020 telah menyetujui dan memutuskan MR. SM Amin Nasution dari Provinsi Sumatera Utara dianugerahi gelar Pahlawan Nasional yang dikukuhkan pada Selasa, 10 November 2020, pada perayaan Hari Pahlawan tahun ini.
MR. SM Amin Nasution merupakan Gubernur pertama Sumatera Utara dan juga dikenal seorang tokoh Sumpah Pemuda.
Universitas Negeri Medan (Unimed) mengusulkan SM Amin untuk diangkat menjadi Pahlawan Nasional pada 2018 melalui Pusat Studi Sejarah dan Ilmu ilmu Sosial (PUSSIS).
Pengusulan SM Amin telah melewati beberapa langkah di antaranya melalui beberapa kali seminar nasional, penelusuran data sejarah dan penelitian ilmiah untuk mengkaji poin penting terkait kelayakan SM Amin menjadi Pahlawan Nasional.
Baca juga: Presiden Jokowi anugerahkan gelar pahlawan nasional kepada enam tokoh
Penelitian dan penelusuran arsip berkaitan dengan tokoh SM Amin sejak tahun 2009 telah dilakukan Unimed. SM Amin merupakan tokoh penting yang terlupakan dalam sejarah.
Hasil kajian Unimed itu telah dipaparkan dalam berbagai forum dan terakhir dilakukan Seminar Nasional Pengusulan Pahlawan Nasional SM Amin di Gedung Digital Library Unimed yang dibuka oleh Wakil Rektor Unimed saat itu, Prof Dr Abdul Hamid, M.Pd pada tanggal 21 April 2018.
Narasumber dalam seminar tersebut adalah Prof Dr Asvi Warman Adam dari LIPI Jakarta, Dr Budi Agustono, Dekan FIB USU, Dr Ida Liana Tanjung, MA, sejarawan dari Unimed, dan perwakilan DHD 45 Sumut.
Setelah seminar pengusulan SM Amin ini, Tim Unimed melanjutkan pemberkasan usulan dan dinilai oleh Tim Penilai Pahlawan dan Gelar Daerah (TP2GD). Pemberkasan ini sepenuhnya dilakukan oleh Tim Unimed diantaranya Apriani Harahap, MA, Muhammad Rivai, MA, Hendrik Dalimunthe, MA, dan Tiarma Hutasoit, S.Pd.
Setelah lolos tim penilai, berkas kemudian diusulkan oleh Gubernur Sumut ke Kementerian Sosial di Jakarta. Di Jakarta berkas usulan Unimed masih harus diuji oleh para pakar di TP2G Nasional dan diadakan kunjungan verifikasi lapangan, selanjutnya dinilai oleh Dewan Gelar untuk diserahkan kepada Presiden.
Kerja keras
Rektor Unimed Dr Syamsul Gultom, SKM, M.Kes, saat mendapat kabar baik ini mengucapkan alhamdulillah dan sangat mengapresiasi tim dosen pengusul SM Amin menjadi Pahlawan Nasional dari Sumatera Utara.
Ia berterima kasih atas kerja keras dan upaya yang luar biasa yang telah dilakukan oleh tim pengusul, yang telah melaksanakan berbagai kajian dan penelitian ilmiah, serta melakukan pemberkasan untuk diusulkan kepada Presiden.
"Penetapan Presiden ini merupakan hadiah tak ternilai bagi masyarakat Sumatera Utara (Sumut) yang telah mengesahkan tokoh-tokoh Sumut sebagai Pahlawan Nasional, yang berkontribusi penting dalam perjuangan bangsa Indonesia," ujarnya.
Syamsul menjelaskan, di samping itu penetapan tersebut merupakan kebanggaan bagi Unimed karena usulan ini merupakan hasil riset dari dosen-dosen di Jurusan Sejarah FIS Unimed mendapat apresiasi dari Presiden dengan penetapan SM Amin Nasution sebagai Pahlawan Nasional.
"Semoga karya terbaik dosen-dosen Unimed ini, dalam menghantarkan SM Amin sebagai Pahlawan Nasional dari Sumut dan tercatat dalam sejarah di Sumatera Utara, serta bukti dari Tri Dharma Perguruan Tinggi bagi warga Sumut, bangsa dan negara," katanya.
Tinggalkan profesi
Salah seorang dosen pengusul, Dr Phil Ichwan Azhari, yang juga sebagai Kepala PUSSIS Unimed, juga menyampaikan terima kasih atas dukungan Rektor Unimed, Dekan FIS dan para dosen yang telah memberikan bimbingan, masukan dan saran dalam mengusulkan tokoh Sumatera Utara SM Amin Nasution sebagai Pahlawan Nasional.
Ia menyebutkan, sekilas ringkasan hasil penelitiannya yakni SM Amin pada masa pergolakan awal revolusi yang sulit, bersedia meninggalkan profesinya sebagai pengacara untuk menjadi Gubernur Muda Sumatera Utara, yang ditetapkan Wapres Mohammad Hatta dan dilantik oleh Mr Mohammad Hasan di Pematang Siantar pada tanggal 14 April 1947, saat Kota Medan diduduki sekutu.
Saat Sekutu menduduki Pematang Siantar pada tanggal 29 Juni 1947, SM Amin sempat ditahan oleh Belanda sebab dianggap sebagai gubernur pemerintahan RI yang dianggap ilegal.
"Hal ini merupakan peristiwa yang sangat heroik dimana dalam keadaan yang sangat genting pun SM Amin terus mengupayakan eksistensi Provinsi Sumatera Utara dengan melakukan perundingan. Setelah itu SM Amin mengungsi ke Kutaradja, Aceh, dan mengatur strategi menjalankan pemerintahan sipil Provinsi Sumatera Utara di pengungsian," ucapnya.
Ichwan menjelaskan saat kembali ke Pematang Siantar pada Oktober 1947, sebagai Gubernur Muda Sumut, SM Amin kembali ditangkap Belanda dan dipenjarakan di Medan. Namun, dalam tahanan Belanda dia menolak untuk mencopot jabatannya sebagai Gubernur dan tetap menyatakan dia Gubernur dari Republik yang sah.
"Setelah berhasil melarikan diri dari tahanan Belanda, SM Amin menyeberang ke Penang, untuk kemudian kembali ke Aceh dan menggerakkan perjuangan Republik Indonesia dari Aceh dan terus menjalankan eksistensi pemerintahan Provinsi Sumatera Utara," katanya.
Ia menambahkan, pada masa itu, Aceh menjadi satu kesatuan dengan Provinsi Sumatera Utara. Setelah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1948 tentang pembagian Provinsi Sumatera disahkan, SM Amin ditetapkan sebagai Gubernur penuh untuk Provinsi Sumatera Utara yang dilantik langsung oleh Presiden Soekarno tanggal 18 Juni 1948 di Kutaradja.*
Unimed dan pengusulan SM Amin Nasution jadi Pahlawan Nasional
Selasa, 10 November 2020 17:52 WIB 29319