Sibolga (ANTARA) - Rasa takut akan penyebaran virus corona, itulah yang mendasari Berlin Marihot Silaban, salah seorang abang becak di Sibolga, Sumatera Utara, yang berjuang mengkampanyekan pentingnya mematuhi Protokol Kesehatan (Prokes).
Ada pun bentuk perjuangan yang dilakukan pria berusai 40 tahun itu, dengan melengkapi berbagai fasilitas kesehatan di becak motornya. Seperti, hands sanitizer, tisu, air galon untuk cuci tangan, sabun, masker, keranjang sampah, dan juga obat-obatan (P3K).
Upaya yang dilakukan pria kelahiran Sibolga itu untuk mengkampanyekan pentingnya protokol kesehatan tidaklah mudah. Berbagai tantangan dihadapinya, termasuk dari istrinya sendiri. Karena menurut istrinya, upaya yang dilakukan suaminya hanya untuk menghabiskan uang saja.
Baca juga: Polres Sibolga dan kelompok mahasiswa Cipayung razia masker
“Istri saya ngomel terus lae melihat fasilitas protokol kesehatan yang saya sediakan di becak. Dia marah karena setoran ke rumah jadi berkurang karena membeli fasilitas Prokes. Apalagi saat hands sanitizer sulit didapat, saya harus pesan dari Medan seharga Rp80 ribu satu botol. Namun demi kesehatan saya dan penumpang, tetap saya beli. Dan itulah yang membuat amarah istri saya memuncak, karena setoran ke rumah tidak ada lagi,” kisahnya.
Selain melengkapi fasilitas Prokes di becaknya, ayah dari dua orang anak ini juga membuat aturan tersendiri bagi penumpangnya. Di mana dia hanya mau membawa satu orang penumpang. Kebijakan ini pun semakin memancing emosi sang istri. “Pokoknya lae, saya kena marah terus dari istri saya. Saya dibilang sok hebatlah, dianggap gilah lah. Karena menurut istri saya pasti penumpang tidak mau naik becak saya, karena saya batasi jumlah penumpangnya. Lantas bagaimana kalau penumpangnya suami istri, atau penumpang yang membawa anak, apa mungkin dipisah penumpangnya. Pasti mereka akan mencari becak lain. Itulah keluh istri saya,” ungkapnya kepada ANTARA, Senin (26/10) di Siboga.
Ia pun mengakui, bahwa kebijakannya untuk membatasi penumpang hanya satu orang, berdampak terhadap jumlah penumpangnya. Dan itu sangat berimbas terhadap cicilan becaknya setiap bulan. Untuk mengantisipasi hal itu, Berlin pun memasang tempat duduk pada bagian belakang Betornya, sehingga ada jarak antara penumpang yang di depan dan yang di belakang.
“Karena jumlah penumpang yang merosot karena aturan saya itu, saya pun menyiasatinya dengan memasang tempat duduk pada bagian belakang becak. Sehingga bisa membawa penumpang dua orang dengan tetap mengatur jarak. Dan hasilnya lumayan, walau pun tidak sebanyak penumpang sebelum masa pandemi COVID-19,” ujarnya.
Becak motor (Betor) milik Berlin memang unik. Pada bagian dinding becak dihiasi berbagai tulisan motivasi dan imbauan. Salah satunya; Jangan lupa pakai masker anda dan cuci tangan sebelum naik ke becak. Mari berdoa agar virus corona cepat musnah dari muka bumi ini.
Berbahagialah orang yang tidak selayaknya menerima bantuan dari Bansos (Negara). Panjang umurlah bagi panitia pemberi bantuan sosial yang tidak selayaknya menerima. Berkomentar terlampau banyak dan tidak memberikan solusi baik, itu artinya saya orang bodoh.
Tulisan-tulisan itu diakui Berlin merupakan hasil pemikirannya sendiri sesuai realita di lapangan. Hanya saja ada yang menyindirnya bahwa apa yang dilakukannya hanya untuk mencari sensasi saja.
Terkait hal itu, pria yang sudah hampir 20 tahun menarik becak di Sibolga, tidak mau ambil pusing. Karena apa yang dilakukannya dengan mengkampanyekan protokol kesehatan dan memberikan edukasi kepada penumpang, adalah bentuk dukungan kepada pemerintah untuk mengurangi jumlah penderita COVID-19 di Indonesia, khususnya di Kota Sibolga.
"Tiga bulan pertama sejak saya gencar mengkampanyekan protokol kesehatan ini, masyarakat kurang peduli. Tetapi setelah jumlah penderita COVID-19 semakin bertambah, akhirnya masyarakat semakin mengerti dan menganggap apa yang saya sampaikan itu adalah realita. Dan dukungan dari masyarakat khususnya para penumpang saya atas upaya yang saya lakukan mendapat pujian dan jempol dari penumpang. Dari 20 penumpang, sekitar 16 orang memuji langkah yang saya lakukan. Dan itu terlihat dari masukan yang mereka berikan melalui kotak saran yang tersedia di becak saya,” katanya.
Selain mendapat pujian, tambahnya, tidak sedikit para penumpang yang memberikan uang tips kepadanya. Bagi Berlin uang tips itu sangat membantu setorannya ke rumah, apalagi di situasi pandemi saat ini. Bukan itu saja, Belin juga memasang nomor ponselnya di becaknya, sehingga mempermudah penumpang untuk memesannya.
“Harapan saya, semoga pemerintah cepat mendapatkan obat atau vaksin atas wabah ini. Sehingga kita bisa beraktivitas seperti dulu lagi. Kalau dulu saya masih punya langganan becak, yaitu anak sekolah, tetapi sekarang tidak ada lagi, karena anak sekolah sudah belajar secara online. Dan kepada seluruh masyarakat, saya mengimbau agar kita benar-benar mematuhi protokol kesehatan, karena virus corona ini bukan “ecek-ecek” (main-main) melainkan nyata dan berbahaya,” tandasnya.
Sementara itu salah seorang penumpang becak Berlin yang dimintai tanggapannya, mengaku bangga dengan upaya pencegahan COVID-19 yang dilakukan Berlin.
“Luar biasa abang ini! Dari ratusan becak di Sibolga-Tapteng ini, hanya becak abang ini yang unik dan peduli dengan pencegahan COVID-19. Dalam becaknya tersedia berbagai fasilitas Prokes, mulai dari air untuk cuci tangan, sabun, tisu, dan hand sanitizer. Dan ada lagi permen sebagai servicenya untuk penumpang. Kalau boleh saya memberikan saran, agar Satgas COVID-19 baik itu yang di pusat atau daerah memperhatikan kondisi abang ini. Karena saya juga sempat cerita dengan beliau, bahwa dia sudah menunggak kredit becaknya beberapa bulan. Artinya, tidak salah pemerintah menghargai perjuangannya mengkampanyekan Prokes COVID-19,” kata bapak Fernandes Situmorang.
Berlin Silaban, abang becak pejuang COVID-19 dari Sibolga
Senin, 26 Oktober 2020 15:46 WIB 11634