Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Totok Suprayitno menegaskan penggantian Ujian Nasional dari pola sebelumnya bukan coba-coba.
"Penggantian format UN dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter bukan coba-coba, karena kami sudah mempunyai embrionya sejak lama," ujar Totok dalam diskusi di Jakarta, Selasa.
Totok mengatakan embrio yang sudah dibuat oleh Kemendikbud tersebut yakni Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI), yang sebelumnya digunakan untuk memantau mutu pendidikan secara nasional atau daerah.
Baca juga: Ujian Nasional dihapus, diganti dengan penilaian kompetensi
"Kami mempunyai keyakinan, bahwa penilaian seperti ini (Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter) sesuai dengan kaidah, karena pendidikan tidak hanya menguasai konten tetapi cara berpikir anak," terang Totok.
Penggantian format UN merupakan satu dari empat poin konsep pendidikan "Merdeka Belajar", yang mana UN tidak lagi menggunakan pilihan ganda dan dilakukan pada akhir jenjang pendidikan.
Pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter itu akan dimulai pada 2021. Penyelenggarannya sendiri pada pertengahan jenjang seperti kelas 4 untuk SD, kelas VIII untuk SMP dan kelas XI untuk SMA.
Baca juga: Penghapusan UN untuk keadilan bagi siswa
Untuk pelaksanaanya sendiri, Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter itu menilai kemampuan literasi, numerasi dan karakter anak.
Untuk UN pada 2020 akan tetap diselenggarakan seperti sebelum-sebelumnya.
"Selama satu tahun ke depan, kami akan melakukan persiapan untuk menyiapkan model Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter ini," kata dia.
Begitu juga sarana dan prasarana akan dibantu untuk dilengkapi, namun digunakan untuk pembelajaran bukan hanya sekedar untuk ujian.