Medan, 3/8 (Antara) - Polres Tanjungbalai dinilai layak mendapatkan apresiasi karena menerapkan kebijakan diversi terhadap anak-anak yang dijadikan tersangka dalam kerusuhan berbau SARA yang terjadi di daerah itu.
Anggota DPR RI Fadly Nurzal di Medan, Rabu, mengatakan, kebijakan diversi atau pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana itu merupakan langkah bijaksana.
Langkah kepolisian itu dinilai bentuk penegakan hukum yang tetap mengedepankan perasaan orang tua dan menjaga mental anak-anak tersebut sebagai generasi muda.
Kebijakan diversi tersebut menyebabkan mental anak-anak yang berbuat khilaf dalam kerusuhan itu selalu terjaga dan tidak menghilangkan peluangnya untuk melanjutkan pendidikan.
"Sungguh, kebijakan yang sangat merekam perasaan para orang tua anak-anak dan menjaga mental anak-anak agar tidak jatuh," katanya.
Sebagai putera putera Kota Tanjungbalai, Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengungkapkan apresiasi atas kebijakan Polda Sumut dan Polres Tanjungbalai tersebut.
"Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas respon cepat terhadap kerusuhan di Tanjung Balai dengan melepaskan anak-anak yang masih pelajar sebagai langkah awal dari penyelesaian konflik," katanya.
Fadly Nurzal berharap semua pihak, khususnya masyarakat tetap sabar dan memberikan kesempatan kepada pihak kepolisian menangani persoalan itu dengan sebaik-baiknya.
Dengan memberikan kepercayaan penuh kepada pihak kepolisian, diharapkan situasi di Tanjung Balai bisa kembali normal dengan cepat dengan mengacu pada UU 7 Thn 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
Ia menyampaikan apresiasi kepada elemen masyarakat seperti ulama, para politisi, DPRD, tokoh masyarakat, OKP, dan aktifis kemasyarakatan di Tanjung Balai yang tetap sabar mengawal dan memberikan masukan ke berbagai pihak dalam penanganan kerusuhan tersebut.
"Mari kita tunjukkan bahwa kita konsisten menjaga hal yang prinsip dalam agama, namun tetap bersaudara dalam menyelesaian pertikaian," katanya.
Sebelumnya, terjadi kerusuhan di Tanjungbalai pada Jumat (29/7) malam yang diawali protes seorang warga etnis tionghoa atas penggunaan pengeras suara dalam pengumandangan adzan.
Peristiwa itu melebar menjadi kerusuhan yang menyebabkan sejumlah rumah ibadah milik umat Buddha dirusak warga.
Pihak kepolisian menetapkan 17 tersangka dalam kerusuhan tersebut, baik karena terlibat melakukan perusakan, mau pun terlibat penjarahan dan pencurian.