Jakarta, 31/1 (Antara) - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, sektor industri manufaktur dapat membantu Indonesia dalam menghadapi persaingan di tingkat regional menjelang implementasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada 2016.
"Kalau persaingannya terkait barang, saya mempunyai optimisme, karena ada tiga sektor manufaktur Indonesia yang bisa bersaing," katanya saat menyampaikan pandangan dalam seminar Masyarakat Ekonomi Asean di Jakarta, Jumat malam.
Ia menjelaskan, Indonesia harus mengembangkan daya saing produk dalam negeri, agar memiliki keunggulan komparatif atas barang dari negara lain, terutama dari negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina.
Untuk itu, sektor manufaktur dapat menjadi andalan yang bisa menghasilkan produk turunan unggulan bagi Indonesia, mengingat negara-negara di Asia Tenggara memiliki produk komoditas sumber daya alam yang tidak jauh berbeda.
Sektor manufaktur yang bisa berkembang di Indonesia antara lain berbasis sumber daya alam, berbasis konsumsi dalam jumlah besar, dan produk subtitusi impor.
Untuk sektor manufaktur berbasis sumber daya alam, hal ini wajib dilakukan karena selama ini Indonesia terlalu banyak mengekspor bahan komoditas mentah, seperti kakao, CPO, karet, maupun nikel, yang tidak bernilai tambah bagi kualitas perekonomian nasional.
"Misalnya, Tiongkok impor nikel dari Indonesia, karena memiliki banyak 'smelter' dan mereka yang mendapat nilai tambah. Padahal negara manapun kalau sektor manufakturnya sukses bisa memiliki industri baja yang kuat. Untuk itu, kalau kita bisa hilirisasi, kita tidak punya lawan di ASEAN," kata Bambang.
Kemudian, bagi sektor manufaktur yang berbasis konsumsi dalam jumlah besar, seperti industri otomotif, Indonesia mempunyai peluang untuk bersaing karena telah memiliki pabrik yang memproduksi jenis kendaraan untuk keluarga.
"Ini seperti memakai pendekatan Tiongkok, karena semakin berproduksi semakin bagus skala ekonominya. Saat ini makin banyak industri yang bisa memanfaatkan dan menjangkau masyarakat Indonesia. Mereka melihat Indonesia sebagai pasar baru, terutama kendaraan niaga," ujarnya.
Sedangkan, untuk sektor manufaktur subtitusi impor, sangat terkait dengan pembangunan infrastruktur seperti pelabuhan dan pembangkit listrik yang dicanangkan pemerintahan baru, karena tidak mungkin Indonesia terus-terusan melakukan impor komponen pendukung.
"Percuma kita punya galangan kalau tidak ada kapalnya, daripada impor, kita bangun subtitusi kapal, terutama kapal skala besar. Untuk keperluan pembangkit listrik, kalau kebutuhan 'boiler', turbin dan trafo bisa dikembangkan di Indonesia, maka industri akan hidup," katanya.
Bambang juga mengatakan, apabila pembenahan dilakukan bagi tiga jenis sektor manufaktur tersebut, maka Indonesia memiliki daya saing dan tingkat kompetisi yang tinggi, sehingga mampu bersaing dalam tingkat regional dan global secara keseluruhan.
Menkeu: Sektor Manufaktur Bantu Indonesia Hadapi MEA
Sabtu, 31 Januari 2015 7:04 WIB 2789