Masjid Raya Al-Osmani yang terletak di Medan Labuhan adalah sebagian dari sekian banyak peninggalan jejak-jejak kebesaran masa lalu di Kota Medan, Sumatera Utara, yang sampai sekarang keberadaannya masih tetap terjaga.
Majid Al-Osmani sebagai salah satu masjid tertua peninggalan Sultan Deli telah ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan Surat keputusan Wali Kota Medan nomor 188.342.282/SK/1989 tanggal 12 April tahun 1989 dan peraturan daerah Kota Medan No.2 tahun 2012.
Penghargaan yang sebesar-besarnya harus disampaikan kepada semua pengelola dan ahli waris Kesultanan Deli yang telah berupaya melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan masjid yang didirikan tahun 1854 oleh Raja Deli ketujuh, yakni Sultan Osman Perkasa Alam.
Menurut Sejarawan Universitas Sumatera Utara (USU) Dr Suprayetno, keberadaan Masjid Al-Osmani itu selain sebagai cagar budaya yang memiliki nilai sejarah, juga bermanfaat untuk ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan tentunya juga kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Namun upaya perlindungan dan pengembangan Masjid Raya Al-Osmani yang juga sering disebut dengan Masjid Labuhan ini sebagai cagar budaya belum lah terasa secara optimal.
Karena pemahaman tentang keberadaan dan nilai sejarah Masjid Raya Al Osmani sebagai cagar budaya yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan Daerah Kota Medan belum tersosialisasi kepada semua pihak.
Untuk itu tentunya peranan semua pihak diperlukan agar keberadaan masjid tersebut sebagai cagar budaya dapat terus tersosialisasi khusunya kepada generasi muda, agar mereka tidak lupa dengan kebesaran masa lalu di yang pernah ada didaerah itu.
Hal ini penting mengingat Masjid Raya Al Osmani merupakan bukti otentik perjalanan sejarah bangsa dan memiliki nilai-nilai yang sangat penting bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat.
"Nilai sejarah, arsitektur, religi atau keagamaan yang melekat dalam kekokohan bangunan Masjid Al-Osmani ini, perlu kita wariskan ke pada generasi berikutnya," katanya.
Cerminan Budaya Bangsa
Sebagaimana diketahui bahwa Bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman sejarah dan budaya, bahkan hampir setiap daerah dan suku memilikinya, yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa.
Keberadaan sejarah dan budaya tersebut harus dilestarikan guna memperkukuh jati diri bangsa, dan mempertinggi harkat dan martabat bagi terwujudnya cita-cita masa depan bangsa.
Cagar budaya merupakan kekayaan budaya sebagai wujud dari pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat, melalui upaya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan, dalam rangka memajukan kebudayaan nasional.
Cagar budaya bersifat kebendaan berupa benda, bangunan, situs, kawasan cagar budaya yang memiliki nilai penting pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan melalui proses penetapan.
Tujuan pelestarian terhadap cagar budaya selain untuk menjaga keberadaan benda bersejarah juga meningkatkan harkat dan martabat bangsa, memperkuat kepribadian bangsa serta dipromosikan sebagai obyek wisata budaya.
Pemanfaatan cagar budaya sebagai obyek wisata budaya sangat strategis dan mendominasi sebagian besar minat wisatawan manca negara.
Oleh karena itu maka pelestarian dan pengembangan terhadap cagar budaya sebagai objek wisata budaya perlu kita optimalkan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Upaya pelestarian, pengembangan dan pemanfaatan terhadap cagar budaya adalah merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dengan meningkatkan peran serta masyarakat.
Berdasarkan hasil registrasi cagar budaya secara nasional, ternyata masih banyak cagar budaya yang ada di Sumatera Utara yang belum ditetapkan sebagai cagar budaya.
Hingga tahun 2014, jumlah cagar budaya yang sudah ditetapkan melalui peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebanyak 29 unit.
Di antaranya adalah Istana Maimoon, Masjid Raya Al-Mashun, Masjid Azizi, Rumah Dinas Wali Kota Medan, Rumah tjong Afie, Stasiun Kereta Api Binjai.
Kemudian Gedung Pusat Avros, Kompleks Makam Kesultanan Langkat dan Gedung Kerapatan Sultan langkat dan bangunan candi yang berada di kawasan padang Lawas serta Makam-makam Islam di Barus.
Namun sayangnya berbagai peninggalan sejarah tersebut tersebut kurang diketahui oleh masyarakat bahwa sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, pada kalangan anak muda, jadi tentunya tidak heran jika sebagian anak bangsa tidak merasa memilikinya.
Untuk itu tentunya sejumlah tindakan nyata kiranya segera perlu dilakukan untuk memberi kesadaran pada seluruh anak bangsa ini, akan arti pentingnya berbagai warisan budaya tersebut.
Keberadaan tinggalan budaya tertentu di suatu tempat pada dasarnya adalah milik seluruh bangsa, pengabaian terhadap sebagian warisan tersebut sebenarnya adalah tindakan pengabaian terhadap seluruh warisan budaya tersebut.
Semestinya kelestarian objek-objek masa lalu tersebut harus dilandasi oleh suatu dorongan yang sangat mendasar sebagaimana upaya melindungi diri sendiri.
Namun pada kenyataannya tidak semua individu beranggapan demikian, buktinya tidak sedikit objek-objek masa lalu yang disirnakan keberaadaannya, baik itu disengaja maupun tidak, demi tujuan tertentu.
Padahal objek-objek tersebut terkait erat dengan identitas sejumlah entitas tertentu, baik di tingkat lokal maupun nasional.
Lantas kalau bukan anak negeri ini siapa lagi yang harus melestarikan berbagai peninggalan budaya bangsa tersebut, padahal jika itu dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin mendatangkan devisa bagi bangsa ini melalui kunjungan wisatawan.
Indonesia hendaknya meniru beberapa negara di Eropa yang berhasil menjaga dan melestarikan peninggalan budaya bangsanya, dan tidak sedikit juga wisatawan datang berkunjung ke negara tersebut untuk melihat dan pada akhirnya mendatangkan devisa bagi negara yang bersangkutan. (KR-JRD)