Balige, 16/4 (antarasumut) - "Strengthening Community Based Forest and Water Management" (SCBFWM) Kementrian Kehutanan Republik Indonesia, akan mengembangkan strategi Pengarus Utamaan Gender (PUG) dalam proyek daerah aliran sungai Gopgopan di Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara.
"Proyek penguatan pengelolaan hutan dan daerah aliran sungai (DAS) berbasis masyarakat yang dilaksanakan Dirjen Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial tersebut, memperoleh bantuan dana hibah dari Global Environment Facilities (GEF) melalui United Nations Development Programme di Indonesia," kata Regional Facilitator SCBWFM Sumatera Utara, Khairul Rizal di Balige, Selasa (16/4)
Penyusunan dokumen Gender Action Plan (GAP) pengelolaan hutan dan DAS di wilayah Gopgopan,lanjutnya, dapat menjadi rujukan yang diterjemahkan untuk diserasikan secara operasional ke dalam kebijakan program kegiatan di Kabupaten Toba Samosir, mulai aspek perencanaan, pelaksanaan, pemantauan hingga evaluasi dalam kelembagaannya.
Menurut Khairul, Pengarus Utamaan Gender (PUG) mestinya memang sudah harus dilakukan pada setiap Satuan Kerja Perangkat Kerja Daerah (SKPD) di Kabupaten berpenduduk sekitar 205.331 jiwa yang tereltak di bagian tengah provinsiSumatera Utara tersebut.
Sebab, lanjutnya, keterkaitan isu lingkungan hidup, hutan, dan DAS dengan isu gender sangatlah erat, terlihat dari pengelola dan penerima manfaat sumberdaya hutan adalah masyarakat, sehingga keberadaan pemerintah atau SKPD bidang kehutanan dan sektor lainnya dalam melayani masyarakat mampu memaksimalkan nilai manfaat sumberdaya alam itu sndiri.
"Hubungan kerjasama antara pengelola proyek SCBFWM daerah dengan pemerintahan setempat diharapkan dapat lebih meningkat, khususnya dalam memperkuat program-program kehutanan yang lebih responsif gender," ujarnya.
Staf SCBFWM, Rosmelina Sinaga menambahkan, tim kerja sama yang terbentuk antara pihaknya dengan sejumlah instansi terkait di daerah tersebut, hingga saat ini belum menemukan responsif gender yang ideal.
Dicontohkannya, pelaksanaan kegiatan Kebun Bibit Rakyat ( KBR) pada Dinas kehutanan, umumnya yang merencanakan adalah laki-laki dan perempuan hanya sebatas membantu pekerjaan lainnya, seperti mengisi polibag untuk pembibitana tanaman..
Memang, lanjut Rosmelina, sejumlah instansi lain, seperti dinas pertanian telah menjalankan program responsif gender dengan hadirnya program yang banyak melibatkan perempuan mulai dari tingkat perencanaan kegiatan hingga pengelolaan hasil pertanian.
Untuk kesepahaman konsep keadilan gender dan pentingnya strategi Pengarus utamaan gender dalam pengelolaan hutan dan DAS, pihak SCBFWM melakukan sosialisasi GAP di Balige, Selasa (16/4), dihadiri sejumlah pejabat Pemkab Tobasa dan anggota DPRD Tobasa, Monang Naipospos.
Monang menyebutkan, dalam budaya Batak, perempuan selalu di nomor satukan termasuk ketika kaum hawa tersebut akan memberikan saran maupun pendapat.
"Budaya Batak tidak pernah membuat perempuan pada posisi lemah dalam berbagai kegiatan maaupun dalam komunitas," katanya.(I.Napitupulu)