Medan, 25/1 (ANTARA) - Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Medan minta pemerintah mengizinkan pengoperasian kapal pukat teri gandeng dua karena dianggap tidak termasuk alat tangkap yang merusak lingkungan.

"Kapal pukat teri gandeng dua sebenarnya tidak termasuk kategori alat tangkap yang merusak lingkungan," kata Ketua HNSI Kota Medan Zulfahri Siagian, di Medan, Jumat.

Disebutkannya, kapal pukat teri gandeng dua dilarang beroperasi oleh pemerintah, sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/MEN/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan.

Menurut dia, pengoperasian pukat teri gandeng dua tidak merusak lingkungan karena jala atau pukat dimasukkan ke laut hingga mencapai kedalaman tertentu dengan menggunakan besi pemberat, sehingga tidak merusak biota laut maupun mengganggu populasi ikan.

"Cara penggunaan pukat teri berbeda dengan beberapa jenis pukat lain yang dioperasikan dengan dua kapal," tambahnya.

Keberadaan pukat teri gandeng dua hingga sekarang ini, menurutnya, belum pernah diprotes oleh kalangan nelayan setempat karena dianggap tidak merusak biota laut.

Oleh karena, Zulfahri berharap instansi pemerintah terkait dan lembaga penegak hukum agar mengeluarkan kebijakan yang menegaskan kapal pukat teri gandeng dua tidak dimasukkan dalam kategori melanggar Permen Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/MEN/2011.

Sejalan dengan harapan tersebut, pihaknya menyatakan mendukung upaya pemerintah dan lembaga penegak hukum menertibkan sejumlah kapal pukat gandeng dua yang hingga kini dianggap sebagai penyebab berkurangnya populasi ikan di sekitar perairan timur Sumatera Utara (Sumut).

Kapal pukat gandeng dua non pukat teri, seperti pukat grandong, sering menangkap ikan hingga ke zona tangkapan nelayan tradisional sehingga rentan memicu konflik.

"Kami tidak ingin keberadaan kapal pukat gandeng dua selain pukat teri dibiarkan beroperasi memasuki zona tangkapan nelayan tradisional," ujarnya.

Dikatakannya, pengoperasian kapal pukat grandong sudah beberapa kali memicu amarah nelayan di sekitar pesisir timur Sumut, termasuk di Kabupaten Langkat yang berakhir dengan konflik horizontal.***3***(T.KR-JRD/B/B008/B008) (T.KR-JRD/B/B008/B008) 25-01-2013 16:11:55

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013