Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) memaksimalkan kinerja industri farmasi di Indonesia yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional.

"Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, kami melakukan regulasi secara spesifik terhadap industri farmasi," ujar Kepala BPOM Taruna Ikrar di Medan, Sumatera Utara, Kamis.

Taruna mengatakan di antaranya regulasi itu adalah pelabelan yang selama ini masih terhadap makanan yang memakai barcode atau e labeling.

Sementara untuk obat, akan dimulai karena keuntungan bagi perusahaan industri farmasi dalam bidang keamanan karena tidak ada pemalsuan sebab mudah terdeteksi.

Kemudian dalam mempercepat regulasi evaluasi obat baru untuk mendapatkan izin edar yang tentunya dengan standar yang berlaku.

"Biasanya izin obat baru dari 300 hari kerja dipercepat 120 hari untuk mendapatkan izin edar," kata Taruna.

Bahkan, menurutnya, termasuk obat yang esensial atau yang sangat dibutuhkan, pihaknya mengupayakan akan mengeluarkan izin edar menunggu selama 90 hari.

Kemudian BPOM mendorong maturitas berjumlah 240 perusahaan farmasi pada umumnya tersebut masih posisi menengah, untuk itu perlu ditingkatkan menjadi generatif.

"Kalau mencapai seperti itu, maka produk yang di dalam negeri memiliki reputasi yang bagus. Sehingga diharapkan untuk meningkatkan produksi obat, selama ini untuk kepentingan lokal jadi kepentingan lokal. Ditambah dengan BPOM juga mempermudah untuk mendapatkan sertifikat perusahaan distribusi obat," ucap Taruna.

Karena selama ini farmasi di Indonesia berjumlah 240 perusahaan, distribusi farmasi 2.600 perusahaan dan hampir 9.000 apoteker dengan perputaran uang mencapai Rp100 triliun sampai Rp120 triliun.

"Untuk meningkatkan itu, regulasi tersebut dilakukan dengan maksimal, tentu perusahaan industri farmasi dapat tumbuh dengan baik dan menjadi penopang perekonomian nasional," kata dia.

Pewarta: M. Sahbainy Nasution

Editor : Akung


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024