Pelaksana Harian (Plh) Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi, Ketenagakerjaan, dan UMKM Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud menilai, perkembangan teknologi digital dapat menciptakan sekitar 67 juta lapangan kerja baru yang memerlukan transformasi kemampuan (skill) teknologi baru.


Namun di sisi lain, kemajuan teknologi yang semakin cepat juga berpotensi menghilangkan sekitar 80 juta lapangan kerja.

“Dengan teknologi dan pemanfaatan digital, keahlian ini (teknologi) sangat kita perlukan di masa depan ini yang kita harus percepat,” kata Musdhalifah saat Media Briefing: Perkembangan Kebijakan Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM di Jakarta, Rabu.

Dalam paparannya, ekonomi digital Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan. Pada 2023, tercatat Indonesia menyumbang sekitar 40 persen pangsa pasar ekonomi internet ASEAN. Kontribusi ekonomi digital itu menjadi yang terbesar dari 10 negara anggota ASEAN.

Pengembangan ekonomi digital juga dinilai dapat mengantarkan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk bertransformasi digital (go digital). Pada 2030, Gross Merchendise Value (GMV) ekonomi internet Indonesia diprediksi akan mencapai 360 miliar dolar AS.
 


Namun, Musdhalifah menilai infrastruktur dan kemampuan sumber daya manusia (SDM) saat ini masih menjadi salah satu tantangan bagi UMKM agar dapat go digital.

“Tantangan kita tentu infrastruktur. Karena negara kita negara kepulauan. Sehingga cakupan dan keterjangkauan internet kita ini memang terbatas,” ujarnya.

Kendati demikian, pemerintah terus menjalankan kebijakan untuk memenuhi kebutuhan internet secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Hingga saat ini Musdhalifah mencatat cakupan penetrasi internet di Indonesia telah mencapai 78 persen, masih ada sekitar 22 persen yang perlu dipenuhi guna menyusul perkembangan ekonomi digital.

Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa Indonesia saat ini memiliki target ekonomi untuk menjadi anggota OECD sekaligus mampu keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle-income trap.

Indonesia memerlukan Pendapatan Nasional Bruto (PNB) setidaknya 28.000-33.000 dolar AS . Sedangkan saat ini Indonesia baru memenuhi sekitar 4.900 dolar AS.

Sehingga untuk mencapai hal tersebut, Indonesia harus bisa mengembangkan ekonominya lewat pemanfaatan dan peningkatan kualitas ekonomi digital.

“Ini semuanya adalah PR yang harus kita kembangkan lebih cepat lagi nanti ke depan mudah-mudahan dengan program-program yang akan kita kembangkan lebih lanjut ini bisa kita penuhi target-target pengembangan ekonomi digital,” tuturnya.
 

Pada kesempatan yang sama, Asisten Deputi Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja (PPTK) Kemenko Perekonomian Chairul Saleh membenarkan bahwa memang ada beberapa jenis pekerjaan yang akan tergantikan dengan mesin seiring pengembangan kecerdasan buatan (artificial intellegence/AI).

Secara garis beras, menurutnya jenis pekerjaan yang bersifat administratif dan berulang lebih rentan hilang dengan adanya perkembangan teknologi yang kian masif.

Berdasarkan data World Economic Forum, beberapa bidang pekerjaan yang terancam hilang meliputi data entry, administrative, executive secretary, accounting, clerk, assembly workers, business services, administration manager, client information and customer service, general and operation manager, mechanic and machinery, dan headliner.

Sementara itu, pekerjaan yang bergerak di bidang AI, pemrograman dan komputasi menjadi jenis pekerjaan yang akan terus berkembang ke depannya.

Beberapa bidang profesi tersebut antara lain data analyst, AI specialist, big data specialist, digital marketing, strategy specialist, process automatization specialist, business development professional, digital transformation specialist, information security analysis, software and application developer, dan IoT specialist.

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pemerintah: Kemajuan teknologi ciptakan 67 juta lapangan kerja baru

Pewarta: Bayu Saputra

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024