Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) menghentikan 101 perkara melalui pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ) selama Januari sampai September 2023.
"Sebelum penghentian 101 perkara di wilayah hukum Kejati Sumut, dilakukan ekspose perkara dengan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Dr Fadil Zumhana dan jajaran secara daring hingga disetujui untuk dihentikan," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut Yos A Tarigan di Medan, Minggu.
Ia melanjutkan perkara itu terjadi di berbagai wilayah hukum Sumut, seperti Kejari Asahan dengan 10 perkara, Kejari Langkat sembilan perkara dan Kejari Simalungun delapan perkara. Kemudian disusul Kejari Labuhan Batu dan Cabjari Deli Serdang di Labuhan Deli sebanyak tujuh perkara.
"Sementara Kejari dan Cabjari lainnya yang ada di bawah wilayah hukum Kejati Sumut bervariasi dari satu perkara sampai enam perkara," tuturnya.
Menurut Yos, penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini lebih kepada esensinya, kenapa seseorang itu melakukan tindak pidana, dan pelaku tindak pidana menyesali perbuatannya dan menyampaikan permohonan maaf kepada korbannya.
"Dalam proses perdamaian, korban juga memaafkan pelaku dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya," tuturnya.
Proses penghentian penuntutan perkara, menurutnya sudah mengikuti beberapa tahapan dan yang paling penting dalam penghentian penuntutan perkara ini adalah pelaku belum pernah melakukan tindak pidana dan proses perdamaian antara tersangka dan korban disaksikan tokoh masyarakat, keluarga dan jaksa penuntut umum.
"Permohonan penghentian penuntutan perkara berdasarkan Perja No 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tidak dilakukan begitu saja, tapi dilakukan secara berjenjang hingga akhirnya disampaikan ekspose ke Jampidum," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023
"Sebelum penghentian 101 perkara di wilayah hukum Kejati Sumut, dilakukan ekspose perkara dengan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Dr Fadil Zumhana dan jajaran secara daring hingga disetujui untuk dihentikan," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut Yos A Tarigan di Medan, Minggu.
Ia melanjutkan perkara itu terjadi di berbagai wilayah hukum Sumut, seperti Kejari Asahan dengan 10 perkara, Kejari Langkat sembilan perkara dan Kejari Simalungun delapan perkara. Kemudian disusul Kejari Labuhan Batu dan Cabjari Deli Serdang di Labuhan Deli sebanyak tujuh perkara.
"Sementara Kejari dan Cabjari lainnya yang ada di bawah wilayah hukum Kejati Sumut bervariasi dari satu perkara sampai enam perkara," tuturnya.
Menurut Yos, penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini lebih kepada esensinya, kenapa seseorang itu melakukan tindak pidana, dan pelaku tindak pidana menyesali perbuatannya dan menyampaikan permohonan maaf kepada korbannya.
"Dalam proses perdamaian, korban juga memaafkan pelaku dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya," tuturnya.
Proses penghentian penuntutan perkara, menurutnya sudah mengikuti beberapa tahapan dan yang paling penting dalam penghentian penuntutan perkara ini adalah pelaku belum pernah melakukan tindak pidana dan proses perdamaian antara tersangka dan korban disaksikan tokoh masyarakat, keluarga dan jaksa penuntut umum.
"Permohonan penghentian penuntutan perkara berdasarkan Perja No 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tidak dilakukan begitu saja, tapi dilakukan secara berjenjang hingga akhirnya disampaikan ekspose ke Jampidum," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023