Keberadaan pukat trawl atau pukat tarik milik cukong yang diduga diurus oknum "DR" kian "merajalela" menguras hasil laut di perairan Selat Malaka, membuat nelayan tradisional warga Kota Tanjung Balai dan Kabupaten Asahan menjerit meminta keadilan.

"Seakan kebal hukum, pukat-pukat tarik milik cukong "mata cipit" bebas menguras hasil laut tanpa mendapat tindakan hukum," kata Dahman, Warga Asahan Mati, Kabupaten Asahan, di Tanjung Balai, Selasa (22/8)

Dahman (44) yang mengaku sebagai nelayan (pemancing) ikan melanjutkan, hampir 24 jam belasan pukat tarik setiap hari berputar-putar di sekitaran Karang Bual yang jaraknya hanya lebih kurang 11 mil laut arah timur dari Kuala Bagan Asahan.

Menurut dia, beroperasinya pukat-pukat tarik tersebut membuat nelayan pemancing tidak lagi mendapatkan hasil (ikan) untuk dibawa pulang dan dijual guna menghidupi keluarganya.

"Tak ado lagi bang hasil kami pemancing ni. Dibuat pukat tarik tu, jangankan ikan, cumi untuk umpan mamancing pun payah dapat," ujar Dahman dengan logat khas pesisir Tanjung Balai Asahan.

Senada dikatakan Ruslan (53), nelayan jaring warga Kapias Pulau Buaya Kota Tanjung Balai ini mengaku tangkapan ikannya tidak lagi memadai. Bahkan terkadang hasil yang didapat tidak pulang modal biaya melaut.

"Hajab lah pak, karono pukat tarek tu pendapatan manurun. Takadang terutang balanjo. Maunya adala keadilan untuk kami nelayan tradisional. Mengapo pukat tarek bisa bebas," katanya seraya berharap aparat terkait menindak tegas pemilik pukat trawl.

Terpisah, sumber Antara menyebutkan, disinyalir belasan pukat trawl yang bebas menguras hasil laut dan diduga kuat menyebabkan kerusakan terumbu karang di perairan Selat Malaka itu dikoordinir oknum berinitial 'DR' warga Tanjung Balai.

"Oknum DR diduga pengurus yang "mengamankan" aparat dan pajabat instansi tertentu. Makanya pukat-pukat tersebut merajalela tanpa memikirkan nelayan tradisional," ujar sumber kepada Antara.

Pewarta: Yan Aswika

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023