Ekonom dari Universitas Sumatera Utara (USU) Wahyu Ario Pratomo mengatakan Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) Sumut yang menjadi indikator daya beli petani akan kembali meningkat seiring perbaikan ekonomi global.

"Wajar bila saat ini NTP dan NTUP menurun karena lambatnya ekonomi global," ujar Wahyu kepada ANTARA di Medan, Rabu.

NTP dan NTUP Sumut terus merendah sejak April 2023. Terkini, Juni 2023, NTP berada di nilai 122,19 (turun 1,07 persen dari bulan sebelumnya) dan NTUP tercatat di 119,85 (turun 0,59 persen dibandingkan Mei 2023).

Merosotnya NTP dan NTUP itu terutama disebabkan oleh rendahnya nilai tukar petani di subsektor tanaman perkebunan rakyat khususnya sawit. Sawit dan turunannya merupakan komoditas utama ekspor Sumut.

Menurut Wahyu, di tingkat global, permintaan minyak sawit mentah (CPO) saat ini tidak banyak. Oleh sebab itu, stok sawit dan CPO di dalam negeri berlebih yang membuat harga tandan buah segar (TBS) sawit turun.

"Ketika permintaan di hilir berkurang, itu akan berdampak pada TBS di hulu. Hal ini tentu memengaruhi kondisi petani kita," kata Wahyu.

Meski demikian, dia menegaskan bahwa komoditas pertanian memang memiliki harga yang fluktuatif. Artinya, selalu ada masa bangkit setelah periode negatif. 

Hal-hal seperti membaiknya kondisi ekonomi global dan iklim menjadi beberapa faktor yang diyakini oleh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU tersebut dapat membalikkan situasi.
"Pada tahun 2023, ekonomi global memang sudah diprediksi lebih lambat dari tahun lalu. Namun, harga komoditas pertanian sangat fluktuatif. Saat musim dingin, misalnya, permintaan akan CPO berpotensi naik. Belum lagi jika ekonomi global terus bertumbuh," tutur Wahyu.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, pada Juni 2023, menurunnya NTP dipengaruhi berkurangnya penerimaan petani (It-Indeks Harga Terima Petani), yang terpeleset 0,53 persen dari bulan sebelumnya menjadi 141,37, lantaran beberapa hal terutama merendahnya harga kelapa sawit, jagung dan kopi.

Sementara itu, pada bulan yang sama, nilai yang mesti dikeluarkan petani (Ib-Indeks Harga Bayar Petani) semakin besar 0,54 persen dari Mei 2023 menjadi 115,69 lantaran naiknya indeks konsumsi rumah tangga, upah memanen dan harga bakalan sapi yang berumur lebih dari setahun.

Dilihat dari subsektornya, Nilai Tukar Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) mengalami koreksi terdalam yaitu 2,17 persen, kemudian disusul dari tanaman pangan (-0,70 persen), dan nilai tukar nelayan (-0,24 persen)

Sejalan dengan NTP, Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) Sumut pada Juni 2023 juga menurun dibandingkan sebelumnya. Terkini, NTUP bertengger di angka 119,85, lebih rendah 0,59 persen daripada Mei 2033.

Selain karena It yang meningkat, penurunan NTUP pada Juni 2023 disebabkan oleh terdongkraknya nilai Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) sebesar 0,06 persen menjadi 117,95.

Komoditas yang sangat memengaruhi nilai BPPBM itu yakni nilai pelet, obat cacing atau antelmintik dan jaring angkat.

Dari sisi subsektor, koreksi NTUP terdalam ada di tanaman perkebunan rakyat (-1,66 persen), diikuti tanaman pangan (-0,21 persen) dan budi daya ikan (-0,06 persen).

Pewarta: Michael Siahaan

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023