Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumatera Utara menyatakan bahwa semua kabupaten dan kota di wilayahnya kini berstatus endemis demam berdarah dengue (DBD).
"Dahulu hanya di Medan. Sekarang di 33 kabupaten dan kota ada semua. DBD di Sumut sudah menjadi endemis," ujar Kepala Dinas Kesehatan Sumut dokter Alwi Mujahit Hasibuan kepada ANTARA di kantornya, Medan, Kamis.
Namun, dari antara wilayah-wilayah itu, ada 10 kabupaten-kota dengan kasus tertinggi yakni Medan, Deli Serdang, Pematangsiantar, Gunung Sitoli, Simalungun, Batu Bara, Serdang Bedagai, Langkat, Nias Utara dan Binjai.
Alwi melanjutkan, jumlah kasus DBD di Sumut cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2022, misalnya, ada 8.541 kasus DBD di Sumatera Utara, meningkat drastis dari tahun sebelumnya yakni 2.918 kasus.
Pada tahun 2023, sampai bulan Maret, sudah tercatat 1.265 kasus atau hampir 50 persen dari total kasus DBD pada tahun 2021.
"Peningkatan ini tentu saja perlu ditekan," kata Alwi.
Meski demikian, tingkat kematian kasus (CFR) akibat DBD di Sumut dapat dikendalikan. Pada tahun 2022, CFR DBD tercatat di 0,7 persen atau kurang dari target yang ditetapkan yakni maksimal satu persen.
Pada tahun 2023, sampai Maret, CFR ada di 0,4 persen. Ini artinya, fasilitas kesehatan Sumut mumpuni dalam mengatasi kasus-kasus DBD.
"Tingkat kematian akibat DBD cenderung menurun karena kemampuan mendeteksi penyakit itu sudah baik sampai ke tingkat puskesmas," tutur Alwi.
Demi menurunkan angka kasus DBD, Dinas Kesehatan Sumut melakukan beberapa langkah pencegahan seperti memberdayakan masyarakat dengan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (juru pemantau jentik) untuk memberantas sarang nyamuk sehingga tercapai angka bebas jentik (ABJ) lebih dari 95 persen.
Kemudian, mendorong masyarakat untuk melakukan 3M Plus, yakni menguras air, menutup penampungan air, mendaur ulang barang bekas dan melakukan usaha tambahan seperti memelihara ikan pemakan jentik, menggunakan obat anti nyamuk, memasang kasa, membersihkan lingkungan, memeriksa penampungan air, meletakkan pakaian bekas dalam wadah tertutup dan lain-lain.
Dinkes Sumut pun meminta semua komponen masyarakat dan pemangku kepentingan untuk bekerja sama menanggulangi DBD. Program yang berkesinambungan di tingkat provinsi juga kabupaten-kota harus dijalankan. Begitu pula dengan memperkuat regulasi penanggulangan DBD.
"Jika langkah-langkah itu dilakukan, tentu kemungkinan kasus DBD terus meningkat bisa kita hindari," ujar Alwi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dinkes: Seluruh wilayah Sumatera Utara endemis DBD
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023
"Dahulu hanya di Medan. Sekarang di 33 kabupaten dan kota ada semua. DBD di Sumut sudah menjadi endemis," ujar Kepala Dinas Kesehatan Sumut dokter Alwi Mujahit Hasibuan kepada ANTARA di kantornya, Medan, Kamis.
Namun, dari antara wilayah-wilayah itu, ada 10 kabupaten-kota dengan kasus tertinggi yakni Medan, Deli Serdang, Pematangsiantar, Gunung Sitoli, Simalungun, Batu Bara, Serdang Bedagai, Langkat, Nias Utara dan Binjai.
Alwi melanjutkan, jumlah kasus DBD di Sumut cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2022, misalnya, ada 8.541 kasus DBD di Sumatera Utara, meningkat drastis dari tahun sebelumnya yakni 2.918 kasus.
Pada tahun 2023, sampai bulan Maret, sudah tercatat 1.265 kasus atau hampir 50 persen dari total kasus DBD pada tahun 2021.
"Peningkatan ini tentu saja perlu ditekan," kata Alwi.
Meski demikian, tingkat kematian kasus (CFR) akibat DBD di Sumut dapat dikendalikan. Pada tahun 2022, CFR DBD tercatat di 0,7 persen atau kurang dari target yang ditetapkan yakni maksimal satu persen.
Pada tahun 2023, sampai Maret, CFR ada di 0,4 persen. Ini artinya, fasilitas kesehatan Sumut mumpuni dalam mengatasi kasus-kasus DBD.
"Tingkat kematian akibat DBD cenderung menurun karena kemampuan mendeteksi penyakit itu sudah baik sampai ke tingkat puskesmas," tutur Alwi.
Demi menurunkan angka kasus DBD, Dinas Kesehatan Sumut melakukan beberapa langkah pencegahan seperti memberdayakan masyarakat dengan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (juru pemantau jentik) untuk memberantas sarang nyamuk sehingga tercapai angka bebas jentik (ABJ) lebih dari 95 persen.
Kemudian, mendorong masyarakat untuk melakukan 3M Plus, yakni menguras air, menutup penampungan air, mendaur ulang barang bekas dan melakukan usaha tambahan seperti memelihara ikan pemakan jentik, menggunakan obat anti nyamuk, memasang kasa, membersihkan lingkungan, memeriksa penampungan air, meletakkan pakaian bekas dalam wadah tertutup dan lain-lain.
Dinkes Sumut pun meminta semua komponen masyarakat dan pemangku kepentingan untuk bekerja sama menanggulangi DBD. Program yang berkesinambungan di tingkat provinsi juga kabupaten-kota harus dijalankan. Begitu pula dengan memperkuat regulasi penanggulangan DBD.
"Jika langkah-langkah itu dilakukan, tentu kemungkinan kasus DBD terus meningkat bisa kita hindari," ujar Alwi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dinkes: Seluruh wilayah Sumatera Utara endemis DBD
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023