Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) sebagai perguruan tinggi vokasi binaan Kementerian Pertanian RI terus berupaya meningkatkan kualitas lulusan, dengan sistem pembelajaran Teaching Farm (TeFa) yang didominasi kegiatan praktikum hingga 70% dari kegiatan perkuliahan, guna mencetak job creator dan job seeker. 

Sistem TeFa merupakan metode pembelajaran yang diterapkan mendekati kondisi dunia usaha dan dunia industri (DuDi) sehingga pelaksanaannya bekerja sama dengan stakeholders, agar kapasitas dan kompetensi lulusan Polbangtan sesuai permintaan pasar [DuDi].

Upaya tersebut dilakukan oleh mahasiswa Polbangtan Medan pada mata kuliah Pasca Panen Perkebunan Presisi seperti praktik pengolahan buah kakao menjadi produk bernilai tambah bagi petani.

Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo menegaskan dukungannya pada pengembangan sarana prasarana TeFa untuk menghasilkan SDM pertanian yang andal, maju, mandiri, dan modern.

“Itu semua dilakukan karena pengelolaan pertanian saat ini dan ke depan harus melibatkan teknologi,” katanya. 

Hal senada dikemukakan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementan [BPPSDMP] Dedi Nursyamsi bahwa 'chandradimuka' bagi petani milenial unggulan berada di Polbangtan.

“Pelaku pertanian harus link and match dengan DuDi, ketika lulus langsung terjun sebagai petani milenial yang mampu menggerakkan produktivitas pertanian bagi kebutuhan pangan rakyat dan tujuan ekspor,” katanya.

Direktur Polbangtan Medan, Yuliana Kansrini menekankan pada upaya jajarannya mengembangkan TeFa bagi kapasitas dan kompetensi mahasiswa seperti dilakukan mahasiswanya melakukan praktik pengolahan kakao, belum lama ini.

Kegiatan praktik tersebut diampu oleh Mawar Indah dan Retmono Agung Winarno, agar mahasiswa mengetahui dan memahami bahwa pengolahan produk pertanian menjadi proses penting meningkatkan nilai tambah.

"Jadi tidak hanya dipasarkan dalam bentuk buah segar saja, mahasiswa dituntut untuk bisa mengolahnya menjadi sebuah produk hilir bernilai tambah," kata Mawar Indah saat mendampingi mahasiswanya.

Retmono menambahkan dalam kegiatan praktik, mahasiswa mengawali dari identifikasi pengelompokan 'kelas kematangan' kakao segar yang terbagi dalam beberapa kategori kelas buah.

"Buah kakao kelas C ditandai kulit buah kakao berwarna kuning pada alur buah. Kelas B, warna kulit buah kuning pada alur buah dan punggung alur buah. Kelas A dengan warna kulit buah kuning pada seluruh permukaan buah, dan kelas A+ ditandai dengan warna kuning tua pada seluruh permukaan buah," katanya.

Buah kakao matang sempurna, kata Mawar Indah, akan menghasilkan biji kakao kering dengan aroma [flavour] lebih baik dibanding dari buah kurang matang, dengan proses fermentasi atau pengolahan yang sempurna.

"Proses selanjutnya, pengupasan buah kakao matang dan diambil bijinya untuk fermentasi sebagai proses biokimia yang menyankut pembentukan zat baru sebagai hasil dari aktifitas mikroorganisme pada bahan, misalnya gula, dalam kondisi anaerob," katanya.

Keduanya mengingatkan, pada dasarnya fermentasi sudah berjalan sejak buah kakao dibuka [dipecah] dan gula, asam yang terkandung di dalam pulp akan di-fermentasi oleh bermacam-macam mikroorganisme dari wadah pengangkutan, lalat/kumbang, tangan pekerja dan udara. 

Ada beberapa mikroorganisme yang diketahui berperan dalam proses fermentasi, antara lain saccharomyces cerevisiae, saccharomyses theobromae, saccharomyses ellipoideus, saccharomyses apuculatus, saccharomyses mumalus, dan eutorulopsis theobromae. 

"Mikroorganisme tersebut dapat dimanfaatkan perannya dalam mempercepat proses fermentasi," kata Mawar Indah.

Retmono menambahkan kegiatan praktik, diharapkan menjadi bekal bagi mahasiswa dalam pengolahan aneka produk hasil pertanian, untuk meningkatkan nilai tambah daripada dijual dalam kondisi segar. 

"Tujuan pembelajaran adalah mahasiswa mampu membuat produk baru yang sesuai tuntutan pasar," katanya.

Pewarta: Rel

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022