Perhimpunan Pengajar dan Praktisi Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (P3HKI) mendorong pemerintah agar melakukan kajian ilmiah akibat tingginya pengaduan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) oleh si pemberi kerja atau perusahaan.
"Jika fakta sosial menunjukkan banyak perusahaan tidak taat ketentuan THR, kenapa tidak dilakukan kajian ilmiah tentang penyebab gejala sosial itu," ucap Ketua Umum P3HKI Agusmidah di Medan, Sumatera Utara, Kamis.
Posko-posko pengaduan yang dibentuk oleh serikat pekerja atau serikat buruh, lanjut dia, menunjukkan bahwa permasalahan THR tersebut juga telah terjadi di tahun-tahun sebelumnya.
Ia menyebutkan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah menerima sebanyak 5.680 laporan pembayaran THR bermasalah melalui posko THR virtual Kemenaker pada 8 April sampai 8 Mei 2022.
Sementara posko THR di 2021 yang juga didirikan Kemenaker telah menerima 1.246 laporan terkait pembayaran THR dalam kurun waktu 20 April hingga 4 Mei 2021.
"Hasil kajian nantinya jadi acuan untuk mengevaluasi regulasi yang ada. Ini disebabkan pemikiran bahwa norma hukum adalah norma yang mengikat (sanksi) agar ada keadilan, dan kepastian hukum dirasakan manfaatnya kepada masyarakat," katanya.
Baca juga: Lima kiat transaksi digital mudah sambut Lebaran
Adapun sanksi dari ketidaktaatan pembayaran THR ini, kata dia, diatur dalam Permenaker Nomor 6/2016, apakah sanksi terlambat atau tidak membayar THR sama sekali telah dijalankan selama ini.
"Apakah denda atau sanksi administratif yang diatur Undang-undang Ketenagakerjaan jo Permenaker mampu menimbulkan efek jera bagi perusahaan?. Jika iya, mengapa tiap tahun pelanggaran THR selalu menjadi berita panas bertanda banyak kasus terjadi," ujar Agusmidah.
Menurutnya, pelanggaran atau ketidakpatuhan perusahaan harus dapat diketahui penyebabnya secara pasti. Jika ketidakmampuan finansial, tutur dia, maka harus didukung oleh audit atau laporan keuangan independen.
Tentu penyebabnya ini sangat penting dan menjadi dasar perubahan regulasi tentang pembayaran THR pada perayaan hari besar keagamaan di Indonesia.
"Jika masalahnya ada pada rendahnya kesadaran hukum perusahaan, maka perlu dilakukan adalah menguatkan peran pengawas tenaga kerja dan pemerintah menjatuhkan sanksi," tegasnya.
"Namun jika ketidakmampuan perusahaan, maka perlu perubahan aturan THR yang akan mencapai tujuan kepastian hukum dan berkeadilan," papar Agusmudah yang juga dosen Hukum Perburuhan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022