Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Naskah Akademik Sistem Pemidanaan Dalam Perkara Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan Wilayah Hukum Yogyakarta di Artotel Bianti Yogyakarta, 14 dan 15 Februari 2022.
Acara dibuka secara resmi Oleh Kepala Puslitbang Kumdil Mahkamah Agung, Dr. Andi Akram, SH. MH Senin, 14 Februari 2022 secara virtual.
Dalam sambutannya ia menekankan bahwa Penanggulangan Tindak Pidana Perpajakan bertujuan untuk memulihkan Keruguian pendapatan Negara.
Kedua aspek yang dipulihkan berupa pendapatan dan keuangan negara tersebut merupakan salah satu unsur penyangga Anggaran Negara yang terkait dengan pembangunan nasional seperti upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Besar harapan bahwa aparatur penegak hukum pada umumnya dan para hakim khususnya yang menangani perkara tindak pidana perpajakan memiliki filosofi pemidanaan yang sesuai dan terpadu (sistemik).
Hal ini sejalan dengan SEMA 4 tahun 2021 tentang Penerapan Beberapa Ketentuan Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan untuk memberikan pedoman pada para hakim dalam menangani perkara tindak pidana perpajakan.
Peserta yang hadir dalam acara ini berasal dari kalangan Hakim pengadilan tingkat pertama dan tingkat Banding, Jaksa di tingkat kejari dan kejati, Polisi di tingkat polresta dan polda dan penyidik PPNS kanwil pajak. Jumlah peserta FGD selama 2 hari tersebut berjumlah 30 orang.
Acara hari pertama juga dihadiri oleh Dr. Muzakir selaku narasumber dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia yang memaparkan materi tentang Model Ideal Pemidanaan Pelaku Tindak Pidana di bidang Perpajakan.
Narasumber berikutnya adalah Adrianto Dwi Nugroho, SH., Adv.LL.M., LL.D, wakil dekan bidang Akademik Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada yang memaparkan Materi tentang Perbandingan Hukum ketentuan Pidana di Bidang Perpajakan di negara Asia, Eropa dan Amerika.
Dalam paparannya, Koordinator Peneliti Penyusunan Naskah Akademik Sistem Pemidanaan Dalam Perkara Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan menekankan bahwa ketentuan pidana dalam UU KUP tidak hanya berdiri sendiri dalam konteks rezim hukum pidana administrative (Administrative Penal Law).
Tetapi secara faktual juga bersinggungan dengan rezim hukum pidana umum dan khusus sehingga dipandang dapat menggeser filosofi pemidanaan pelaku tindak pidana pajak yaitu dari yang bersifat edukatif dalam rangka menggugah kewajiban pembayaran pajak mengarah pada penjeraan atau pembalasan.
Kedudukan Hukum Pidana dalam dalam penanganan perpajakan ini berfungsi sebagai ultimum remedium dan digunakan sebagai sarana pengunggah kesadaran wajib pajak untuk menjalankan kewajiban pajaknya secara benar.
Menanggapi paparan Para Narasumber acara FGD ini, Sugeng Riyono, Hakim Tingkat Banding Pada Pengadilan Tinggi Yogyakarta menyampaikan bahwa para Pengusaha konvensional seperti wiraswasta dan pengusaha di bidang perhotelan harus membayar pajak dengan melebihi asset yang dimiliki pengusaha dan wiraswastawan tersebut.
Bila dibandingkan dengan para pengusaha besar seperti gojek dan Tokopedia, pengusaha konvensional ini juga harus menghadapi perlakuan pengadilan pajak yang menerapkan Primum Remedium. Sehingga wajib harus menjalankan sanksi administratif dan juga harus menjalani pidana pajak.
Hal ini juga belum mendapat tanggapan serius dari Mahkamah Agung sehingga para wajib pajak harus menjalankan 2 hukuman sekaligus. “Asetnya hanya 10 miliar tapi diminta bayar pajak 12 mijliar,” imbuhnya.
Hal ini tentunya tidak masuk akal. Apalagi bila belum membayar pajak, bunganya pun terus berjalan sebanyak 200 persen , 400 persen. Beliau berharap agar hal ini mendapat perhatian dari tim peneliti Puslitbang Kumdil Mahkamah Agung.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022
Acara dibuka secara resmi Oleh Kepala Puslitbang Kumdil Mahkamah Agung, Dr. Andi Akram, SH. MH Senin, 14 Februari 2022 secara virtual.
Dalam sambutannya ia menekankan bahwa Penanggulangan Tindak Pidana Perpajakan bertujuan untuk memulihkan Keruguian pendapatan Negara.
Kedua aspek yang dipulihkan berupa pendapatan dan keuangan negara tersebut merupakan salah satu unsur penyangga Anggaran Negara yang terkait dengan pembangunan nasional seperti upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Besar harapan bahwa aparatur penegak hukum pada umumnya dan para hakim khususnya yang menangani perkara tindak pidana perpajakan memiliki filosofi pemidanaan yang sesuai dan terpadu (sistemik).
Hal ini sejalan dengan SEMA 4 tahun 2021 tentang Penerapan Beberapa Ketentuan Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan untuk memberikan pedoman pada para hakim dalam menangani perkara tindak pidana perpajakan.
Peserta yang hadir dalam acara ini berasal dari kalangan Hakim pengadilan tingkat pertama dan tingkat Banding, Jaksa di tingkat kejari dan kejati, Polisi di tingkat polresta dan polda dan penyidik PPNS kanwil pajak. Jumlah peserta FGD selama 2 hari tersebut berjumlah 30 orang.
Acara hari pertama juga dihadiri oleh Dr. Muzakir selaku narasumber dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia yang memaparkan materi tentang Model Ideal Pemidanaan Pelaku Tindak Pidana di bidang Perpajakan.
Narasumber berikutnya adalah Adrianto Dwi Nugroho, SH., Adv.LL.M., LL.D, wakil dekan bidang Akademik Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada yang memaparkan Materi tentang Perbandingan Hukum ketentuan Pidana di Bidang Perpajakan di negara Asia, Eropa dan Amerika.
Dalam paparannya, Koordinator Peneliti Penyusunan Naskah Akademik Sistem Pemidanaan Dalam Perkara Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan menekankan bahwa ketentuan pidana dalam UU KUP tidak hanya berdiri sendiri dalam konteks rezim hukum pidana administrative (Administrative Penal Law).
Tetapi secara faktual juga bersinggungan dengan rezim hukum pidana umum dan khusus sehingga dipandang dapat menggeser filosofi pemidanaan pelaku tindak pidana pajak yaitu dari yang bersifat edukatif dalam rangka menggugah kewajiban pembayaran pajak mengarah pada penjeraan atau pembalasan.
Kedudukan Hukum Pidana dalam dalam penanganan perpajakan ini berfungsi sebagai ultimum remedium dan digunakan sebagai sarana pengunggah kesadaran wajib pajak untuk menjalankan kewajiban pajaknya secara benar.
Menanggapi paparan Para Narasumber acara FGD ini, Sugeng Riyono, Hakim Tingkat Banding Pada Pengadilan Tinggi Yogyakarta menyampaikan bahwa para Pengusaha konvensional seperti wiraswasta dan pengusaha di bidang perhotelan harus membayar pajak dengan melebihi asset yang dimiliki pengusaha dan wiraswastawan tersebut.
Bila dibandingkan dengan para pengusaha besar seperti gojek dan Tokopedia, pengusaha konvensional ini juga harus menghadapi perlakuan pengadilan pajak yang menerapkan Primum Remedium. Sehingga wajib harus menjalankan sanksi administratif dan juga harus menjalani pidana pajak.
Hal ini juga belum mendapat tanggapan serius dari Mahkamah Agung sehingga para wajib pajak harus menjalankan 2 hukuman sekaligus. “Asetnya hanya 10 miliar tapi diminta bayar pajak 12 mijliar,” imbuhnya.
Hal ini tentunya tidak masuk akal. Apalagi bila belum membayar pajak, bunganya pun terus berjalan sebanyak 200 persen , 400 persen. Beliau berharap agar hal ini mendapat perhatian dari tim peneliti Puslitbang Kumdil Mahkamah Agung.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022