Dalam dua tahun terakhir Pemkot Medan mengalokasikan anggaran sebesar Rp50 miliar setiap tahunnya untuk pengadaan ruang terbuka hijau (RTH).

Wali Kota Medan, Bobby Afif Nasution, menjelaskan, sejauh ini jumlah RTH di ibu kota Propinsi Sumatera Utara belum mencapai ketentuan yang diatur oleh UU yakni 20 persen dari luas wilayah.

"RTH masih sebesar 16 persen dari total wilayah administrasi Kota Medan. Terdapat kekurangan 4 persen," ujar Bobby saat menghadiri rapat koordinasi pembahasan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) bersama Dirjen Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN di Jakarta, Kamis (21/10).

Baca juga: Medan berstatus PPKM level II, Bobby ucap terimakasih ke TNI-Polri

Untuk bisa memenuhi syarat minimal RTH 20 persen, Pemkot Medan mengalokasikan Rp50 miliar per tahun untuk pengadaan tanah yang akan dijadikan RTH.

"Namun beberapa hal juga ini saya sampaikan termasuk RPJMD Kota Medan tahun 2021-2026, yang dilaksanakan dalam beberapa tahun belakangan sebesar kurang lebih Rp50 miliar untuk peluasan RTH," ucapnya.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Tata Ruang Kemen ATR/BPN, Abdul Kamarzuki, menyebut ke depan tidak ada lagi  peraturan kepala daerah tentang tata ruang di luar produk RTRW.

"Misal, menetapkan kawasan hutan ditetapkan terpisah melalui peraturan kepala daerah. Itu tidak bisa. Semuanya kita masukkan menjadi satu kesatuan di produk rencana tata ruang maka pembahasan ini sangat penting untuk mensinkronkan berbagai kebijakan,”  kata Abdul Kamarzuki.

Kamarzuki juga menggarisbawahi bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Cipta Kerja dan PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, maka Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang atau yang lebih dikenal dengan KKPR menjadi syarat dasar sebelum mengurus persetujuan lainnya seperti Persetujuan Lingkungan (PL) dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) .

“Jika suatu wilayah sudah mempunyai RDTR maka otomatis diproses melalui sistem dengan terbitnya konfirmasi KKPR dalam kurun waktu 1 (satu) hari kerja. Namun jika tidak ada RDTR, dapat menggunakan produk RTR berjenjang lainnya dengan memerlukan analisis dan penilaian dokumen dalam kurun waktu 20 hari kerja,” tambah Kamarzuki.

Ia menambahkan, dengan adanya analisis dan penilaian dokumen, maka pemerintah daerah harus segera membentuk forum penataan ruang sebagai inklusivitas penyelenggaraan penataan ruang dengan melibatkan perangkat daerah maupun asosiasi profesi dan akademisi. 

Kementerian ATR/BPN, menurut Kamarzuki, juga telah menerbitkan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 14/2021 tentang Pedoman Penyusunan Basis Data dan Penyajian Peta dengan harapan, terstandarisasinya data yang dihasilkan dari produk RTR di seluruh wilayah di Indonesia. 
 

Pewarta: Andika Syahputra

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021