Pemerintah Indonesia sangat serius ingin menjalin kerja sama program pendidikan vokasi dengan China.
"Ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan sehingga kenapa kita harus bekerja sama dengan China dalam bidang pendidikan vokasi," kata Atase Pendidikan dan Kebudayaan pada Kedutaan Besar RI di Beijing, Yaya Sutarya, dalam webinar tentang pendidikan, Selasa (16/3) malam.
Ia menyebutkan keberhasilan pembangunan ekonomi di China salah satunya ditopang oleh sistem pendidikan kejuruan itu.
Baca juga: Nadiem luncurkan program Guru Belajar dan Berbagi
"China mengintegrasikan industri dengan pendidikan. Ada 56 komite pengawas pendidikan kejuruan dan 1.400 kelompok pendidikan kejuruan dengan melibatkan lebih dari 30.000 perusahaan yang turut berpartisipasi," ujarnya.
Pemerintah China mewajibkan semua perusahaan bekerja sama dengan lembaga pendidikan vokasi.
"Dengan menjalin kerja sama itu pihak perusahaan bisa mendapatkan akses permodalan, perbankan, perizinan, dan ketersediaan lahan karena di China ini lahan dikuasai oleh negara," kata Yaya dalam webinar tentang Penguatan Pendidikan Vokasi untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Pasca-COVID-19 itu.
Sampai sekarang China telah memiliki 11.700 unit lembaga pendidikan vokasi dengan jumlah siswa sebanyak 26,9 juta orang.
Dalam lima tahun ke depan China akan membangun 50 kota industri yang terintegrasi dengan lembaga pendidikan vokasi terintegrasi.
Menariknya, gaji pekerja lulusan sekolah menengah kejuruan di China melampaui gaji lulusan sarjana S1.
Di China, pekerja lulusan sekolah menengah kejuruan bisa menerima gaji pertama sebesar Rp5-8 juta, sedangkan gaji lulusan sarjana baru hanya Rp4-5 juta.
Sistem pendidikan di China tidak mengarahkan lulusannya untuk bekerja di luar negeri karena pangsa pasar tenaga kerja dalam negeri sangat besar, terutama untuk menggerakkan sektor industri.
"Di sinilah pentingnya kita menjalin kerja sama pendidikan vokasi dengan China. Lima belas tahun yang lalu China bukan siapa-siapa. Sekarang telah menjadi negara kedua ekonomi terbesar di dunia," ujar Yaya dalam webinar yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI itu.
Dalam kesempatan itu, Atdikbud KBRI Port Moresby, Papua Nugini, Chaerun Anwar, mendukung percepatan pemulihan ekonomi melalui penguatan pendidikan vokasi di Indonesia.
"Kita harus saling bekerja sama agar pendidikan vokasi kita juga semakin maju," kata mantan Atdikbud KBRI Beijing itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021
"Ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan sehingga kenapa kita harus bekerja sama dengan China dalam bidang pendidikan vokasi," kata Atase Pendidikan dan Kebudayaan pada Kedutaan Besar RI di Beijing, Yaya Sutarya, dalam webinar tentang pendidikan, Selasa (16/3) malam.
Ia menyebutkan keberhasilan pembangunan ekonomi di China salah satunya ditopang oleh sistem pendidikan kejuruan itu.
Baca juga: Nadiem luncurkan program Guru Belajar dan Berbagi
"China mengintegrasikan industri dengan pendidikan. Ada 56 komite pengawas pendidikan kejuruan dan 1.400 kelompok pendidikan kejuruan dengan melibatkan lebih dari 30.000 perusahaan yang turut berpartisipasi," ujarnya.
Pemerintah China mewajibkan semua perusahaan bekerja sama dengan lembaga pendidikan vokasi.
"Dengan menjalin kerja sama itu pihak perusahaan bisa mendapatkan akses permodalan, perbankan, perizinan, dan ketersediaan lahan karena di China ini lahan dikuasai oleh negara," kata Yaya dalam webinar tentang Penguatan Pendidikan Vokasi untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Pasca-COVID-19 itu.
Sampai sekarang China telah memiliki 11.700 unit lembaga pendidikan vokasi dengan jumlah siswa sebanyak 26,9 juta orang.
Dalam lima tahun ke depan China akan membangun 50 kota industri yang terintegrasi dengan lembaga pendidikan vokasi terintegrasi.
Menariknya, gaji pekerja lulusan sekolah menengah kejuruan di China melampaui gaji lulusan sarjana S1.
Di China, pekerja lulusan sekolah menengah kejuruan bisa menerima gaji pertama sebesar Rp5-8 juta, sedangkan gaji lulusan sarjana baru hanya Rp4-5 juta.
Sistem pendidikan di China tidak mengarahkan lulusannya untuk bekerja di luar negeri karena pangsa pasar tenaga kerja dalam negeri sangat besar, terutama untuk menggerakkan sektor industri.
"Di sinilah pentingnya kita menjalin kerja sama pendidikan vokasi dengan China. Lima belas tahun yang lalu China bukan siapa-siapa. Sekarang telah menjadi negara kedua ekonomi terbesar di dunia," ujar Yaya dalam webinar yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI itu.
Dalam kesempatan itu, Atdikbud KBRI Port Moresby, Papua Nugini, Chaerun Anwar, mendukung percepatan pemulihan ekonomi melalui penguatan pendidikan vokasi di Indonesia.
"Kita harus saling bekerja sama agar pendidikan vokasi kita juga semakin maju," kata mantan Atdikbud KBRI Beijing itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021