Pandemi coronavirus (COVID-19) berdampak buruk keberadaan ratusan pengrajin tenun tradisional Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan.
"Jumlahnya ada sekitar 160 pengrajin," kata Advent Ritonga, owner Usaha Tenun Risti (UTR) Silangge, Sipirok kepada ANTARA, Kamis (13/8).
Baca juga: Wakil Presiden RI anugerahkan Paritrana Award 2019 kepada Bupati Tapsel
Kondisi pahit pengrajin tenun rumahan mulai dirasakan 160 kepala keluarga satu persatu sejak mulai bulan Maret 2020 lalu termasuk 2 pertenunan yang memiliki 42 orang karyawan binaannya.
"Pengrajin ini merupakan binaan (mitra usaha UTR) tersebar diberbagai desa seperti Desa Paranjulu, Purba Sinomba, Sigiring-giring Dolok, Sigiring-giring lombang, Tanjung Medan, Sigelgel, Padang Bujur (Sipirok) bahkan ada yang di Kecamatan Batang Toru," terangnya.
Baca juga: Songsong HUT RI ke-75, Camat Angkola Timur imbau warganya pasang bendera merah putih
Dia menjelaskan bahwa sebelum masa pandemi penghasilan perminggunya rumahtangga/karyawan mencapai Rp600 ribu. Permintaan pasar Jakarta, Medan, Pekan Baru sudah tak lagi.
"Pada hari normal kita bayar upah per minggu mencapai Rp28 juta. Saat ini bayar upah Rp5 juta per minggu saja sudah hebat. Karena pesanan usaha kita turun jauh. Dampaknya kerajinan tenun rumahan rata-rata tutup," katanya.
Dia mengatakan untuk sebagian pengrajin terpaksa banting stir beralih mencari usaha lain seperti buruh tani/kebun maupun menggiatkan lahan pertaniannya.
"Untuk menyelamatkan sebagain alat-alat tenun karena tidak berproduksi terpaksa dibongkar agar tidak cepat rusak atau berkarat," tambahnya.
"Harapan kita para pemangku kepentingan dapat memberikan solusi agar produksi tenun bisa normal kembali pada masa Adaptasi Kehidupan Baru dimasa COVID-19, agar ekonomi warga penenun kembali bergeliat," ujarnya.
Misalnya, kata dia, para pejabat, pengusaha dan lainnya mau menjadikan bahan tenun Sipirok sebagai hadiah atau oleh-oleh buat mitra-mitra kerjanya. Otomatis kegiatan ekonomi hidup kembali.
Dampak lain pandemi juga berbagai pesanan alat-alat kelengkapan untuk acara adat seperti "Tappa", "ulos" yang sempat dipesan juga banyak yang belum diambil. Bahan baku (benang) untuk ulos juga sulit didapatkan.
Menyangkut harga untuk varian tenun UTR beralamat di Desa Silangge, Kecamatan Sipirok mulai dari harga Rp160 ribu hingga Rp5,8 juta tenun kahiyang. Ulos bisa mencapai Rp2,5 juta.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020
"Jumlahnya ada sekitar 160 pengrajin," kata Advent Ritonga, owner Usaha Tenun Risti (UTR) Silangge, Sipirok kepada ANTARA, Kamis (13/8).
Baca juga: Wakil Presiden RI anugerahkan Paritrana Award 2019 kepada Bupati Tapsel
Kondisi pahit pengrajin tenun rumahan mulai dirasakan 160 kepala keluarga satu persatu sejak mulai bulan Maret 2020 lalu termasuk 2 pertenunan yang memiliki 42 orang karyawan binaannya.
"Pengrajin ini merupakan binaan (mitra usaha UTR) tersebar diberbagai desa seperti Desa Paranjulu, Purba Sinomba, Sigiring-giring Dolok, Sigiring-giring lombang, Tanjung Medan, Sigelgel, Padang Bujur (Sipirok) bahkan ada yang di Kecamatan Batang Toru," terangnya.
Baca juga: Songsong HUT RI ke-75, Camat Angkola Timur imbau warganya pasang bendera merah putih
Dia menjelaskan bahwa sebelum masa pandemi penghasilan perminggunya rumahtangga/karyawan mencapai Rp600 ribu. Permintaan pasar Jakarta, Medan, Pekan Baru sudah tak lagi.
"Pada hari normal kita bayar upah per minggu mencapai Rp28 juta. Saat ini bayar upah Rp5 juta per minggu saja sudah hebat. Karena pesanan usaha kita turun jauh. Dampaknya kerajinan tenun rumahan rata-rata tutup," katanya.
Dia mengatakan untuk sebagian pengrajin terpaksa banting stir beralih mencari usaha lain seperti buruh tani/kebun maupun menggiatkan lahan pertaniannya.
"Untuk menyelamatkan sebagain alat-alat tenun karena tidak berproduksi terpaksa dibongkar agar tidak cepat rusak atau berkarat," tambahnya.
"Harapan kita para pemangku kepentingan dapat memberikan solusi agar produksi tenun bisa normal kembali pada masa Adaptasi Kehidupan Baru dimasa COVID-19, agar ekonomi warga penenun kembali bergeliat," ujarnya.
Misalnya, kata dia, para pejabat, pengusaha dan lainnya mau menjadikan bahan tenun Sipirok sebagai hadiah atau oleh-oleh buat mitra-mitra kerjanya. Otomatis kegiatan ekonomi hidup kembali.
Dampak lain pandemi juga berbagai pesanan alat-alat kelengkapan untuk acara adat seperti "Tappa", "ulos" yang sempat dipesan juga banyak yang belum diambil. Bahan baku (benang) untuk ulos juga sulit didapatkan.
Menyangkut harga untuk varian tenun UTR beralamat di Desa Silangge, Kecamatan Sipirok mulai dari harga Rp160 ribu hingga Rp5,8 juta tenun kahiyang. Ulos bisa mencapai Rp2,5 juta.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020