Kementerian Kesehatan mencatat sedikitnya 254 jiwa meninggal dunia diakibatkan oleh penyakit demam berdarah dengue (DBD) di seluruh Indonesia bersamaan dengan terjadinya pandemi COVID-19.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor Kementerian Kesehatan Nadia Siti Tarmidzi dalam keterangannya di Jakarta, Senin, mengatakan wilayah Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi yang harus waspada DBD karena memiliki kasus tertinggi.
Baca juga: Demi mengantisipasi agar tak terdampak Corona, Presiden: Seluruh warga wajib pakai masker saat di luar rumah
Berdasarkan data Kemenkes hingga 4 April 2020, kasus DBD terbanyak terjadi di Jawa Barat dengan total 5.894 kasus diikuti oleh NTT 4.493 kasus, Lampung 3.682 kasus, Jawa Timur 3.045 kasus, dan Bali 2.173 kasus.
Baca juga: Angka kematian akibat virus corona tetap, Italia pertimbangkan kebijakan lanjutan
Jawa Barat dan NTT termasuk dalam wilayah zona merah DBD, sementara Lampung, Jawa Timur, dan Bali masuk dalam zona kuning. Total kasus DBD di seluruh Indonesia sejak Januari hingga 4 April 2020 sebanyak 39.876 kasus.
Angka kematian akibat DBD tertinggi berada di NTT yaitu 48 jiwa, Jawa Barat 30 jiwa, Jawa Timur 24 jiwa, Jawa Tengah 16 jiwa, dan Lampung 16 jiwa.
Sebelumnya Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto mengatakan periode waktu sekarang ini yang memasuki musim pancaroba atau masa pergantian musim dari musim penghujan ke kemarau kerap terjadi peningkatan kasus DBD.
Yurianto meminta kepada setiap masyarakat untuk mewaspadai ancaman penyakit DBD ini dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk. Dia mengkhawatirkan meningkatnya kasus DBD bisa menambah angka kesakitan dan kematian akibat COVID-19.
"Pada bulan ini kita masuk pancaroba, di mana gambaran klasiknya adalah munculnya penyakit demam berdarah. Oleh karena itu bersama keluarga di rumah mari lakukan pemberantasan sarang nyamuk, dengan munculnya demam berdarah akan memperburuk angka kesakitan dan kematian yang terjadi manakala bercampur dengan COVID-19," kata Yurianto.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor Kementerian Kesehatan Nadia Siti Tarmidzi dalam keterangannya di Jakarta, Senin, mengatakan wilayah Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi yang harus waspada DBD karena memiliki kasus tertinggi.
Baca juga: Demi mengantisipasi agar tak terdampak Corona, Presiden: Seluruh warga wajib pakai masker saat di luar rumah
Berdasarkan data Kemenkes hingga 4 April 2020, kasus DBD terbanyak terjadi di Jawa Barat dengan total 5.894 kasus diikuti oleh NTT 4.493 kasus, Lampung 3.682 kasus, Jawa Timur 3.045 kasus, dan Bali 2.173 kasus.
Baca juga: Angka kematian akibat virus corona tetap, Italia pertimbangkan kebijakan lanjutan
Jawa Barat dan NTT termasuk dalam wilayah zona merah DBD, sementara Lampung, Jawa Timur, dan Bali masuk dalam zona kuning. Total kasus DBD di seluruh Indonesia sejak Januari hingga 4 April 2020 sebanyak 39.876 kasus.
Angka kematian akibat DBD tertinggi berada di NTT yaitu 48 jiwa, Jawa Barat 30 jiwa, Jawa Timur 24 jiwa, Jawa Tengah 16 jiwa, dan Lampung 16 jiwa.
Sebelumnya Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto mengatakan periode waktu sekarang ini yang memasuki musim pancaroba atau masa pergantian musim dari musim penghujan ke kemarau kerap terjadi peningkatan kasus DBD.
Yurianto meminta kepada setiap masyarakat untuk mewaspadai ancaman penyakit DBD ini dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk. Dia mengkhawatirkan meningkatnya kasus DBD bisa menambah angka kesakitan dan kematian akibat COVID-19.
"Pada bulan ini kita masuk pancaroba, di mana gambaran klasiknya adalah munculnya penyakit demam berdarah. Oleh karena itu bersama keluarga di rumah mari lakukan pemberantasan sarang nyamuk, dengan munculnya demam berdarah akan memperburuk angka kesakitan dan kematian yang terjadi manakala bercampur dengan COVID-19," kata Yurianto.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020