Juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19 Achmad Yurianto menegaskan hasil rapid test atau tes cepat bukanlah merupakan jaminan tidak terinfeksi penyakit yang disebabkan virus corona baru itu.
"Manakala di antara saudara-saudara ada yang sudah melaksanakan rapid test dan hasilnya negatif, jangan memaknai anda bebas dari penyakit ini," ujar Yurianto dalam konferensi pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Jakarta, Jumat.
Baca juga: Polisi Secanggang Langkat bubarkan pesta Kepala Desa Teluk
Baca juga: Positif COVID-19 di Indonesia mencapai 1.046 kasus, 87 meninggal
Terdapat beberapa kasus yang tesnya menunjukkan hasil negatif, sebenarnya merupakan pasien yang sudah terinfeksi tapi karena waktu infeksi masih kurang dari 7 hari maka hasil yang keluar belum menunjukkan fakta tersebut.
Hal itu disebabkan karena antibodi belum terbentuk maka saat pemeriksaan bisa memberikan hasil yang negatif, kata dia. Sebenarnya virus SARS-CoV-2 itu sedang berproses karena tubuh manusia bisa mendapatkan antibodi setelah hari ketujuh setelah infeksi.
Baca juga: Dua WNI di Singapura sembuh dari COVID-19
"Oleh karena itu seharusnya dilakukan pemeriksaan ulang pada tujuh hari setelah pemeriksaan pertama. Manakala dalam pemeriksaan tujuh hari kemudian juga masih negatif maka saat ini bisa dikatakan saudara sedang tidak terinfeksi," tegas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan itu.
Baca juga: Thailand mencatat 1.136 kasus COVID-19
Tapi hal itu tidak akan menjamin seseorang akan bebas atau kebal dari COVID-19. Hasil tes cepat, kata Yurianto, hanya menunjukkan seseorang belum terinfeksi dan masih memiliki risiko tertular penyakit yang menyerang sistem pernapasan itu.
Untuk itu, setiap orang harus tetap waspada dan melakukan jaga jarak untuk menghindari kontak dengan orang yang sudah terinfeksi.
Tes cepat digunakan untuk rekomendasi awal bagi kelompok tanpa gejala, orang dalam pemantauan dan pasien dalam pengawasan untuk melakukan isolasi diri dan kembali melakukan tes beberapa hari kemudian.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020
"Manakala di antara saudara-saudara ada yang sudah melaksanakan rapid test dan hasilnya negatif, jangan memaknai anda bebas dari penyakit ini," ujar Yurianto dalam konferensi pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Jakarta, Jumat.
Baca juga: Polisi Secanggang Langkat bubarkan pesta Kepala Desa Teluk
Baca juga: Positif COVID-19 di Indonesia mencapai 1.046 kasus, 87 meninggal
Terdapat beberapa kasus yang tesnya menunjukkan hasil negatif, sebenarnya merupakan pasien yang sudah terinfeksi tapi karena waktu infeksi masih kurang dari 7 hari maka hasil yang keluar belum menunjukkan fakta tersebut.
Hal itu disebabkan karena antibodi belum terbentuk maka saat pemeriksaan bisa memberikan hasil yang negatif, kata dia. Sebenarnya virus SARS-CoV-2 itu sedang berproses karena tubuh manusia bisa mendapatkan antibodi setelah hari ketujuh setelah infeksi.
Baca juga: Dua WNI di Singapura sembuh dari COVID-19
"Oleh karena itu seharusnya dilakukan pemeriksaan ulang pada tujuh hari setelah pemeriksaan pertama. Manakala dalam pemeriksaan tujuh hari kemudian juga masih negatif maka saat ini bisa dikatakan saudara sedang tidak terinfeksi," tegas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan itu.
Baca juga: Thailand mencatat 1.136 kasus COVID-19
Tapi hal itu tidak akan menjamin seseorang akan bebas atau kebal dari COVID-19. Hasil tes cepat, kata Yurianto, hanya menunjukkan seseorang belum terinfeksi dan masih memiliki risiko tertular penyakit yang menyerang sistem pernapasan itu.
Untuk itu, setiap orang harus tetap waspada dan melakukan jaga jarak untuk menghindari kontak dengan orang yang sudah terinfeksi.
Tes cepat digunakan untuk rekomendasi awal bagi kelompok tanpa gejala, orang dalam pemantauan dan pasien dalam pengawasan untuk melakukan isolasi diri dan kembali melakukan tes beberapa hari kemudian.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020