Penasihat Senior Komisaris Utama PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) Emmy Hafild memastikan proyek PLTA Batangtoru di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara tetap berlanjut karena semuanya dipastikan sesuai ketentuan termasuk tidak mengganggu keberadaan orangutan.
"Proyek akan berjalan sesuai rencana. Walaupun saat ini ada gangguan kerja karena pekerja dari RRT (Republik Rakyat TIongkok) tidak bisa datang lagi ke Sumut pascalibur Imlek sebagai dampak virus corona yang mewabah di RRT, " ujarnya di Medan, Selasa.
Dia menyebutkan, proyek PLTA 510 MW itu hanya akan dihentikan kalau pemerintah yang menyuruh.
Baca juga: NSHE: PLTA Batang Toru wujud pengembangan energi hijau
"PLTA itu proyek pemerintah untuk menambah pasokan energi dan sekaligus untuk sebagian wujud nyata untuk menurunkan emisi gas rumah kaca," katanya.
Pada Conference of Parties (COP) 15 tahun 2009, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 26 persen (dengan usaha sendiri) dan sebesar 41 persen jika mendapat bantuan internasional.
Pembangkit listrik dari sumber air adalah yang paling pas untuk menekan emisi GRK.
Baca juga: Antisipasi virus corona, Pemkab Tapsel investigasi tenaga kerja asal RRT di PLTA Batang Toru
Menyangkut soal penolakan terhadap PLTA Batangtoru, Emmy mengakui ada yang murni untuk kepentingan lingkungan dan ada yang tidak murni.
"Yang tidak murni itu karena arah permintaannya hanya agar kontraktor dari perusahaan RRT diganti," katanya.
Ada dugaan tuntutan itu juga dampak perang dagang antara Amerika Serikat dan RRT.
Emmy menegaskan, harusnya investasi PLTA di Batangtoru itu disyukuri karena untuk kebutuhan energi khususnya Sumut yang juga masih tergantung dari pembangkit diesel.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020
"Proyek akan berjalan sesuai rencana. Walaupun saat ini ada gangguan kerja karena pekerja dari RRT (Republik Rakyat TIongkok) tidak bisa datang lagi ke Sumut pascalibur Imlek sebagai dampak virus corona yang mewabah di RRT, " ujarnya di Medan, Selasa.
Dia menyebutkan, proyek PLTA 510 MW itu hanya akan dihentikan kalau pemerintah yang menyuruh.
Baca juga: NSHE: PLTA Batang Toru wujud pengembangan energi hijau
"PLTA itu proyek pemerintah untuk menambah pasokan energi dan sekaligus untuk sebagian wujud nyata untuk menurunkan emisi gas rumah kaca," katanya.
Pada Conference of Parties (COP) 15 tahun 2009, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 26 persen (dengan usaha sendiri) dan sebesar 41 persen jika mendapat bantuan internasional.
Pembangkit listrik dari sumber air adalah yang paling pas untuk menekan emisi GRK.
Baca juga: Antisipasi virus corona, Pemkab Tapsel investigasi tenaga kerja asal RRT di PLTA Batang Toru
Menyangkut soal penolakan terhadap PLTA Batangtoru, Emmy mengakui ada yang murni untuk kepentingan lingkungan dan ada yang tidak murni.
"Yang tidak murni itu karena arah permintaannya hanya agar kontraktor dari perusahaan RRT diganti," katanya.
Ada dugaan tuntutan itu juga dampak perang dagang antara Amerika Serikat dan RRT.
Emmy menegaskan, harusnya investasi PLTA di Batangtoru itu disyukuri karena untuk kebutuhan energi khususnya Sumut yang juga masih tergantung dari pembangkit diesel.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020