Ketua Perkumpulan Penambang Pengrajin dan Pengusaha Batu Giok Aceh Indonesia (P3GAI) Sariat Arifia mengatakan batu giok asal Serambi Mekah tersebut mempunyai prospek sangat cerah dan siap menembus pasar dunia asalkan dikelola dengan baik dan profesional.

"Kami tidak ingin batu giok dari Aceh diekspor dalam bentuk bahan mentah, tapi bentuk yang sudah diolah sehingga bernilai lebih tinggi," kata Sariat di Jakarta, Jumat.

Kelemahan pengrajin Indonesia selama ini, menurut Sariat, adalah kurangnya SDM dalam mengolah batu giok menjadi bentuk jadi dan bernilai tinggi, sehingga terpaksa mengekspor dalam bentuk mentah yang harganya tentu lebih rendah.

Untuk mewujudkan tekad tersebut, pihak P3GAI pada 18 Oktober lalu menandatangani Nota Kesepahaman dengan Taiwan Jewelry Industry Association (TJIA) yang dipimpin ketuanya Jack Tseng.

Dalam nota tersebut, kedua pihak sepakat untuk menciptakan kerjasama dagang berkelanjutan demi untuk mendapatkan keuntungan bersama, mengembangkan pasar batu giok sehingga menghasilkan produk dengan standar internasional.

Selain kerjasama untuk meningkatkan kapasitas, kapabilitas serta kompetensi bagi anggotanya, pihak Taiwan juga akan mempromosikan batu giok Aceh di pasar global.

Sebelum menandatangani kerjasama dengan pihak Taiwan, P3GAI bersama Pemda Aceh sudah mengikuti pameran perhiasan dari batu giok di Hong Kong Convention & Exhibition Center pada 18-22 September di Hong Kong.

Event bertema Jewellery Gem and Fair itu merupakan salah satu pameran perhiasan batu mulia terbesar di dunia dengan standar internasional.

Dalam pameran tersebut, P3GAI memamerkan produk batu giok yang diolah dalam bentuk paling bernilai tambah seperti gelang, kalung, cincin, anting, dan perhiasan yang diukir.


 

Pewarta: Atman Ahdiat

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019