Budayawan Mandailing Natal, Askolani Nasution menilai kawin kontrak merupakan kegiatan prostitusi yang dikemas seolah-olah ilegal.

Hal tersebut disampaikannya menanggapi terbongkarnya sindikat perdagangan orang dengan modus kawin kontrak yang terjadi di perumahan mewah Kompleks Surya Purnama di Kota Pontianak, Kalimantan Barat baru baru ini kepada ANTARA, Minggu (14/6).

"Padahal tradisi ini sudah lama. Mungkin karena melibatkan Warga Negara Asing (WNA) lalu menjadi geger," ujarnya.

Tradisi ini sudah ada sejak masa kolonial, dengan gaya yang berbeda tentu. Ada yang resmi, laki-laki benar-benar bertemu keluarga perempuan untuk meminang, menikah dengan saksi yang lengkap, dan secara hukum bisa dipertanggung jawabkan. 

Orang-orang Belanda juga melakukannya, menikahi perempuan pribumi, dan biayanya lebih murah daripada membawa istri sendiri di perkebunan-perkebunan Indonesia. 

Namun yang paling buruk adalah kawin kontrak yang hanya mengkemas prostitusi agar seolah-olah legal, dengan tempat, saksi, dan wali nikah abal-abal.

"Semuanya dikemas dengan jaringan yang sudah profesional. Dan itu merebak di berbagai kota di Indonesia," ujarnya.

Target kawin kontrak ini disebutkannya bervariasi. Selain iseng yang nyaman, acapkali juga untuk memiliki aset.

Baca juga: Budayawan Madina: Video panas Bulukumba akibat kurangnya perhatian bersama

Terkait kawin kontrak yang dilakukan oleh WNA ini menurutnya memiliki hubungan simbiosis mutualisme. Laki-laki dapat boneka seksual yang benar-benar “orang”, legal, sambil sekaligus pintu masuk untuk punya aset di sana. Atau sekurang-kurangnya punya pasangan legal yang bisa menjadi tempat “muntah” kapan diperlukan.

"Kalau ingin punya aset di Jepara, menikahlah dengan perempuan Jepara. Itu contoh saja," katanya.

Sementara perempuan tentu motifnya ekonomis: kalau bisa punya sumber pendapatan yang nyaman dan legal, mengapa harus menjadi prostitusi dan dikejar-kejar Satpol PP.

Dan tragisnya menurutnya menikah dengan WNA bagi perempuan Indonesia juga jadi impian. Laki-laki pribumi dianggap lebih rendah kastanya. Sekalipun mereka kaya, tetap tidak berkelas.

Pewarta: Holik

Editor : Akung


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019