Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) mengkhawatirkan spesies Orangutan Batang Toru (Pongo Tapanuliensis) terancam punah diakibatkan pembangunan bendungan PLTA Batang Toru yang bernilai setara sekitar Rp21 triliun.

Selain itu, bangunan PLTA Batang Toru yang dikerjakan PT North Sumatera Hydro Energi (NSHE) menurut YEL juga dapat mengancam ekosistem Batang Toru yang memiliki berbagai ragam hayati baik flora dan faunanya.

Alasan YEL, pembangunan PLTA Batang Toru berkapasitas 510 MegaWatt dengan pembukaan jalan pembangunan bendungan dapat mengakibatkan koridor atau perlintasan spesies langka orangutan dari blok Barat ke blok Timur dan blok Selatan terputus.

Terputusnya koridor tersebut juga dikhawatirkan dapat mengancam populasi dan perkembangbiakan orangutan yang diperkirakan jumlahnya sekitar 800 individu ini.

Demikian Burhanuddin, Manager Harian Program Batang Toru YEL dalam keterangan persnya kepada sejumlah wartawan, Selasa (30/4) malam di Sibolga, usai melakukan kunjungan ke Batang Toru dan melihat ekosistem Batang Toru bersama sejumlah wartawan baik cetak maupun online.

Ancaman lain dari PLTA Batang Toru, lanjutnya, terkait gempa dan rusaknya ekosistem Batang Toru yang memiliki keanekaragaman hayati baik flora dan fauna langka seperti raflesia, hutan, harimau Sumatera, tapir, rangkong bertanduk dan lainnya.

"Bendungan PLTA berada dekat dengan daerah patahan tektonik dan apabila gempa dikhawatirkan kawasan sekitar terancam banjir yang berakibat fatal bagi kehidupan baik manusia maupun satwa liar di daerah tersebut," katanya.

YEL mengaku konsern terhadap lingkungan dan apa yang mereka perjuangkan tersebut bukan untuk kepentingan pribadi maupun kelompok tetapi semata untuk kepentingan semua pihak.


Kajian Matang

Terpisah, Dr Agus Djoko Ismanto (Adji), Senior Advisor LIngkungan PT NSHE kepada ANTARA, Rabu, menyatakan apa yang menjadi kekhawatiran pihak lembaga pemerhati lingkungan (YEL) terlalu berlebihan dan bahkan mengada-ada.

"Proyek strategis nasional PLTA Batang Toru 35 ribu MW yang mendorong energi baru terbarukan untuk mengurangi emsisi karbon ini sudah melalui pengkajian yang matang dan ilmiah serta profesional," katanya.

Untuk menjaga keberagaman hayati termasuk orangutan, PLTA Batangtoru yang berloksi di areal penggunaan lain (APL) ini kerap melakukan koordinasi dengan BBKSDA dan Balai Litbang LHK.

Sesuai laporan sintesa hasil penelitian Balai Litbang dan Kehutanan Aek Nauli, Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian LHK blok Timur orangutan ada sekitar 120-150 individu, blok Barat 360-400 individu, dan blok Selatan 15-27 individu.

Mengantisipasi dampak terhadap satwa liar seperti orangutan, NSHE melakukan langkah-langkah mitigasi di antaranya membangun jembatan arboreal untuk memfasilitasi satwa arboreal melintas areal terbuka akibat proyek.  

PLTA Batangtoru ini irit lahan atau memakai 0,9 persen atau 67,7 hektare lahan dari seluas 566,3 hektare dibebaskan dari total 7.000  hektare izin lokasi, berada pada tebing curam yang membentuk cekungan tajam seperti huruf "V".

Proyek ini juga menerapkan sistem run off river hydropower sehingga menampung air dalam jumlah banyak, namun air akan tetap mengalir ke hilir selama 24 jam, sehingga aliran sungai tidak terganggu dengan adanya bendungan, karena air akan tetap dilepas terus menerus.

Didiek Djawardi, M.Eng, tenaga ahli NSHE untuk desain bendungan, kegempaan dan terowongan juga mengatakan PLTA Batang Toru dibangun tidak di atas sesar dan dibangun untuk tahan gempa dengan mengadopsi praktik terbaik dari ketentuan nasional dan internasional terbaru dan berlaku.

"PLTA Batang Toru memiliki kajian-kajian gempa yang dipersyaratkan termasuk geologi dan geofisika, termasuk seismic hazard assesment dan seismic hazard analysis," kata Didiek.

Pewarta: Kodir Pohan

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019