Yang dituntut dari lembaga pers bukanlah netralitas, melainkan independensi dan objektivitas, ujar Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo.
"Dewan pers tidak menuntut pers netral, tapi kita menuntut independensi dan objektif. Anda pers harus independen, bebas dari kepentingan politik praktis," kata Yosep Adi Prasetyo yang akrab disapa Stanley dalam acara diskusi Jumat Jempol bertajuk "Media ditengah Dinamika Politik 2019",di Jakarta, Jumat.
Stanley mengatakan pada 2014 tugas Dewan Pers menjadi sangat berat, ketika tensi politik meninggi. Saat itu muncul Tabloid Obor Rakyat yang isinya fitnah dan kampanye hitam.
Menurut dia, pada Pilpres 2019, pers memiliki tendensi terbelah, ketika ada stasiun televisi yang membela pemerintah seolah pemerintah tidak memiliki kekurangan serta stasiun televisi yang sangat kritis terhadap pemerintah seolah pemerintah tidak memiliki kebenaran.
Direktur Utama LKBN Antara Meidyatama Suryodiningrat atau yang akrab disapa Dimas sepakat dengan Dewan Pers, bahwa pers dituntut untuk independen dan objektif bukan netral.
"Yang dituntut dari pers adalah independensi, obyektivitas, bukan netralitas. Netralitas itu duduk di pagar tidak ke kanan dan ke kiri, netral itu tidak ke TPS pada 17 April 2019, netral itu mencoblos 01 dan 02 (bersamaan) di surat suara," kata Dimas.
Menurut Dimas, pers pada akhirnya harus menentukan sikap.
Dia mengatakan seorang wartawan merupakan manusia biasa yang hidup bergerak di antara masyarakat di mana mereka berada, sehingga wartawan juga akan terpengaruh lingkungan.
"Kode etik jurnalistik mengharuskan kita wartawan berada di atas, melihat segala sesuatu secara objektif. Tapi tidak ada manusia yang bisa netral pada akhirnya, dan pers harus menentukan sikap pada akhirnya," kata Dimas.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019
"Dewan pers tidak menuntut pers netral, tapi kita menuntut independensi dan objektif. Anda pers harus independen, bebas dari kepentingan politik praktis," kata Yosep Adi Prasetyo yang akrab disapa Stanley dalam acara diskusi Jumat Jempol bertajuk "Media ditengah Dinamika Politik 2019",di Jakarta, Jumat.
Stanley mengatakan pada 2014 tugas Dewan Pers menjadi sangat berat, ketika tensi politik meninggi. Saat itu muncul Tabloid Obor Rakyat yang isinya fitnah dan kampanye hitam.
Menurut dia, pada Pilpres 2019, pers memiliki tendensi terbelah, ketika ada stasiun televisi yang membela pemerintah seolah pemerintah tidak memiliki kekurangan serta stasiun televisi yang sangat kritis terhadap pemerintah seolah pemerintah tidak memiliki kebenaran.
Direktur Utama LKBN Antara Meidyatama Suryodiningrat atau yang akrab disapa Dimas sepakat dengan Dewan Pers, bahwa pers dituntut untuk independen dan objektif bukan netral.
"Yang dituntut dari pers adalah independensi, obyektivitas, bukan netralitas. Netralitas itu duduk di pagar tidak ke kanan dan ke kiri, netral itu tidak ke TPS pada 17 April 2019, netral itu mencoblos 01 dan 02 (bersamaan) di surat suara," kata Dimas.
Menurut Dimas, pers pada akhirnya harus menentukan sikap.
Dia mengatakan seorang wartawan merupakan manusia biasa yang hidup bergerak di antara masyarakat di mana mereka berada, sehingga wartawan juga akan terpengaruh lingkungan.
"Kode etik jurnalistik mengharuskan kita wartawan berada di atas, melihat segala sesuatu secara objektif. Tapi tidak ada manusia yang bisa netral pada akhirnya, dan pers harus menentukan sikap pada akhirnya," kata Dimas.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019