Medan (Antaranews Sumut) - Pengadilan Tinggi (PT) Medan menjamin penanganan perkara banding terdakwa Tamin Sukardi akan diproses sesuai fakta tanpa intervensi dari luar.

Humas Pengadilan Tinggi Medan, Adi Sutrisno, menyatakan hakim yang menangani perkara banding Tamin Sukardi sudah terukur kredibilitas serta integritasnya dalam menangani perkara-perkara besar. Ia juga yakin para hakim PT tidak akan mau diintervensi oleh siapapun dalam menangani sebuah perkara.

"Hakim di sini sudah menyadari betul integritas dia sebagai hakim. Hakim punya kredibiltas dan integritas untuk memutus sesuai fakta, bukan memutus karena intervensi dari luar. Saya yakin betul, hakim di sini tidak akan terpengaruh dari luar," kata Adi Sutrisno kepada wartawan, Kamis (8/11).

Ia menyatakan bahwa saat ini PT Medan tengah mempelajari putusan banding untuk perkara nomor 20 pidsus-TPK/2018/PT MDN atas nama Tamin Sukardi. Adi menyebut ada tiga hakim yang ditunjuk untuk menangani kasus ini yaitu Dasniel, SH, MH, DR Albertina Ho dan DR Mangasa Manurung, SH, MKn.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Medan pada Agustus lalu memvonis Tamin Sukardi dengan hukuman 6 tahun penjara dan ganti rugi Rp232 miliar karena melakukan tindak pidana korupsi penjualan lahan eks HGU PTPN II di desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Atas putusan ini, kuasa hukum Tamin Sukardi mengajukan banding ke PT Medan.

Kuasa hukum Tamin Sukardi, H Fachruddin Rifai, SH, MHum menyatakan vonis majelis hakim PN Medan yang memutuskan kliennya bersalah melakukan tindak pidana korupsi adalah keliru besar. Menurut dia bagaimana mungkin kliennya dinyatakan bersalah, sementara fakta-fakta dan saksi-saksi yang terkutip di transkrip pengadilan menyatakan sebaliknya. Ia menilai putusan persidangan di PN Medan beberapa waktu lalu sangat dipaksakan dan sarat tekanan.

Fachruddin menyatakan lahan eks HGU PTPN II dimaksud sesungguhnya sudah ada putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap yang menyebutkan para ahli waris pemegang hak tahun 1954 adalah pemilik sah atas lahan eks HGU dan sudah dilakukan eksekusi tahun 2011.

"Pertanyaannya, apakah penetapan eksekusi oleh pengadilan sudah tidak lagi berharga di negeri ini," ujarnya.

Ia menjelaskan adalah fakta hukum bahwa lahan eks HGU tersebut sudah tidak lagi menjadi milik PTPN II dan seharusnya dilakukan hapusbuku sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. Fachruddin menambahkan hal ini didukung oleh fatwa PT Medan bahwa proses penghapusbukuan merupakan tindakan administrasi yang berlaku secara internal di lingkungan BUMN dan tidak menghalangi proses permohonan hak baru.

"Kita bertanya kenapa 'kealpaan' PTPN II dalam menghapusbuku lahan yang sudah dieksekusi oleh pengadilan menjadi masalah Tamin Sukardi," katanya.

Fachruddin mengungkapkan bahwa lahan 106 hektar di desa Helvetia yang dipersoalkan telah dilakukan hapusbuku oleh PTPN II pada Desember 2017 setelah memperoleh Legal Opini dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara pada Maret 2017.

"Isi Legal Opini Kejati Sumut menyatakan tidak ada ganti rugi, itu artinya tidak mungkin ada kerugian. Namun kenapa Kejaksaan Agung justru mentersangkakan Tamin Sukardi dan menahannya sejak 30 Oktober 2017," katanya.

Ia menilai sangat ironis dimana pertimbangan hukum Legal Opini Kejati Sumut  tidak dihiraukan Kejaksaan Agung, padahal dalam pasal 2 ayat 3 UU No 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan terdapat asas "Kejaksaan satu dan tidak terpisahkan" (openbaar ministerieis een en ondwelbaaren de procurwur generaal aan het hoofd).

Fachruddin juga menyoal Kantor Akuntan Publik (KAP) yang ditunjuk kejaksaan juga tidak pernah hadir di persidangan untuk membuktikan hasil audit yang hanya diambil dari catatan keuangan PT ACR.

"Selama proses persidangan berlangsung terkesan ada personal vendetta terhadap klien kami dan itu nampak dari putusan Pengadilan Negeri yang aneh itu," ujarnya.

Menanggapi keanehan ini, Adi menyatakan bahwa mereka tidak boleh mengomentari sebuah perkara yang sudah diputus oleh hakim.

"Kode etik tidak mengizinkan kami sebagai hakim PT untuk mengomentari putusan hakim PN Medan," ujarnya.

Adi menerangkan bahwa pihaknya hanya berkewajiban memeriksa dan mengadili sesuai dengan hasil kajian dan hukum dan tentu tidak akan keluar dari koridor hukum.  "Kami hanya bisa mengadili ketika perkara itu sudah dibawa ke sini (PT Medan)," katanya.

Adi menyatakan yang terpenting bagi hakim adalah tidak boleh keluar dari frame surat dakwaan Jaksa.

"Terbukti atau tidak, kalau terbukti dinyatakan salah, dipidana. Kalau tidak terbukti dibebaskan. Kalau terbukti perbuatannya tapi bukan merupakan tindak pidana itu nanti dionslag atau dibebaskan dari segala tuntutan," jelasnya.

Kepala Laboratorium Fakultas Hukum USU, Dr Edi Yunara menilai proses hukum yang terjadi terhadap Tamin Sukardi cukup ganjil. Edi menyebut proses hukumnya bila dikaji dalam teori, menerapkan Crime Control Model yang secara sederhana menekankan kepada asas praduga bersalah.

Menurut Edi, dalam perkara ini putusan hukum terhadap terdakwa bersumber dari dakwaan jaksa dinilai keliru. Sebagai contoh, sebut Edi, pelakunya satu orang tetapi diterapkan Pasal 55 KUHP. Hal ini jelas bertolak belakang, karena dalam penerapan pasal tersebut cenderung lebih dari satu orang pelakunya.

"Bisa dibilang kecelakaan hukum dalam dunia peradilan di Sumatera Utara. Kalau seperti ini kondisi hukum kita, tentu masyarakat akan takut menjadi saksi karena bakal terlibat lantaran mengetahui. Kondisi hukum seperti itu juga merupakan suatu kemunduran dan sangat bahaya," sebutnya.

Terkait kecelakaan hukum ini, Edi menyebut sejumlah pakar hukum dari Universitas Sumatera Utara akan meneliti perkara ini. Edi mengatakan penelitian ini merupakan inisiatif mereka karena melihat perkara itu cukup intens diberitakan media massa.

"Kami sudah bentuk tim untuk meneliti perkara Tamin Sukardi dengan melibatkan sejumlah ahli hukum dengan latar belakang berbeda seperti hukum pidana, perdata, niaga hingga ekonomi," kata Edi sembari menyebut sejumlah ahli yang terlibat antara lain Prof Syafruddin Kalo, Prof Budiman Ginting, Prof Hasyim Purba.

Edi menyatakan penelitian yang dilakukan merupakan salah satu fungsi keberadaan perguruan tinggi selain pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat. "Nantinya hasil dari penelitian ini jika memungkinkan, maka akan dimasukkan ke dalam jurnal internasional dan berdampak terhadap peringkat USU sendiri," ucapnya.

Merespon hal ini, Adi mempersilakan para guru besar USU untuk mengkaji perkara ini, dimana PT Medan tidak akan mencampuri atau tidak akan terintervensi.

"Silakan saja kalau pihak luar mau mengomentari tentang perkara tidak masalah itu, bisa jadi pendapat kami sama. Tapi kami mandiri tidak boleh terpengaruh dengan pihak mana pun yang akan mencoba mempengaruhi putusan," ujarnya.

Pewarta: -

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018