Sibolga (Antaranews Sumut)- Walaupun sudah dilarang beropasi oleh Kementerian Kelauatan RI, keberadaan pukat trawl di perairan Sibolga-Tapanuli Tengah ternyata masih tetap beroperasi. Diduga beroperasinya kapal-kapal yang menggunakan pukat trawl itu karena lemahnya pengawasan dari aparat hukum dan instasni yang membidangi kelautan dan alat tangkap. Hal itulah yang dikeluhkan Ketua Kelompok Nelayan Tolong Menolong (KNTM) Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah, Ikhmadluddin Lubis kepada wartawan Jumat siang.

“Kita sangat kecewa terhadap aparat hukum dan instansi terkait yang tebang pilih dalam melakukan tindakan kepada pukat trawl yang masih tetap beroperasi walaupun sudah dilarang pemerintah. Kalaupun ada dilakukan penindakan paling-paling pengusaha kecil yang jadi korban, sedangkan pengusaha besarnya dibiarkan bebas. Makanya saya berani mengatakan bahwa sudah terjadi permainan antara pengusaha-pengusaha besar itu dengan aparat hukum dan instansi yang terkait,” kata Ikhmadluddin Lubis di Sekretariat KNTM di Jalan KH Ahmad Dahlan, Sibustak-bustak, Kecamatan Sibolga Selatan, Kota Sibolga.

Menurut Ketua KNTM, sebenarnya pemberantasan pukat trawl di Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah sangat mudah dilakukan jika instansi dan aparat terkait mau bekerja dengan serius. Sebab pintu jalur keluar masuk kapal di teluk Sibolga hanya satu.

“Pintu hanya satu, tapi kenapa tidak bisa ditangkap. Tidak ada pintu yang lain, mereka keluar dan masuk dari situ juga. Tangkahan tempat bongkar ikan kapal trawl juga jelas, Tangkahan Renta Sari atau Lautan Mas milik Pantas Lumbantobing dan Tonni Tobing. Tangkahan Bintang Laut milik Manullang oknum TNI AL. Tangkahan LBS milik oknum Anggota DPRD Sibolga Syarifuddin Lubis atau Lian. Semuanya di Jalan KH Ahmad Dahlan Sibolga. Kemudian, tangkahan Fisi milik Jamaluddin Pohan di Pondok Batu, Sarudik. Bongkar ikannya mulai jam 02.00 sampai jam 05.00 dini hari,” beber Ikhmad Lubis.

Pria voal ini juga membeberkan siapa saja pengusaha kapal trawl di kedua daerah itu, seperti Jamaluddin Pohan, Maringgon, Ana Br Samosir, Tengku Rijal, Yusnita Sikumbang, Pantas Tobing, Potan. Ikhmadluddin Lubis mengungkapkan, akibat masih maraknya beroperasi kapal trawl membuat nelayan kecil berang sehingga pada tanggal 14 Agustus lalu, sejumla nelayan kecil melakukan aksi menghambat dan mau membakar kapal pukat trawl.

“Sejak itu kapal trawl yang beroperasi menjadi aplusan. Sebelum bulan Agustus lalu ada 45 unit kapal trawl yang beroperasi, sekarang sudah aplusan,” ungkapnya. Untuk itu, dia meminta pemerintah daerah maupun instansi serta aparat terkait agar terus menyikap keberadaan kapal trawl ini dengan serius juga harus tegas melarang kapal trawl beroperasi.

“Saya tidak ada tawar menawar dalam hal ini, hentikan kapal trawl. Kalau aparat dan pemerintah tidak bisa mengawal Permen KP No. 02 Tahun 2015 dan No. 71 Tahun 2016 penyempurnaan Permen No. 02 Tahun 2015, maka masyarakat yang akan mengawal. Kalau memang pemerintah daerah tidak sanggup serahkan kepada KNTM, akan kami ratakan semua,” tegas Ketua KNTM yang mengaku mempunyai anggota sebanyak 500 orang nelayan tradisional.

Sementara itu salah sati instansi yang mengawasi pengoperasian kapal nelayan adalah Satwas PSDKP Sibolga. Menurut Kepala Satwas PSDKP Sibolga, Parluhutan Siregar yang dikonfirmasi ANTARA menyebutkan, bahwa pihaknya tidak pernah mengeluarkan surat izin operasi kepada pukat trawl di Sibolga-Tapteng. Akan tetapi ia juga tidak menampik bahwa kapal trawl itu beroperasi di daerah pengawasannya.

“Biasalah pencuri selalu lebih pintar dari yang mengawasinya. Selain itu juga jumlah personil kita cukup minim sehingga tidak bisa bergerak cepat untuk melakukan patroli dan razia,” keluhnya.

 

Pewarta: Jason Gultom

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018