Batubara, Sumut, 25/3 (Antara) - Aktivitas pukat harimau kembali merajalela di perairan Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara, dalam beberapa bulan terakhir sehingga menimbulkan keresahan bagi nelayan tradisional.

Keresahan itu disampaikan sejumlah nelayan tradisional dari Desa Mesjid Lama dan Desa Indrayaman, Kecamatan Talawi, Batubara kepada Antara Medan di Batubara, Jumat.

Syafaruddin (54) nelayan dari Desa Mesjid Lama mengatakan, aktivitas pukat harimau itu sangat meresahkan karena beroperasi dekat pingiran pantai.

Baik siang mau pun malam, warga dapat melihat langsung aktivitas pukat harimau tersebut karena lokasi operasionalnya hanya sekitar dua mil dari bibir pantai.

Sejak pukat harimau tersebut kembali beroperasi, nelayan tradisional sangat kesulitan mendapatkan ikan yang akan dijual di pelelangan ikan.

"Bagaimana mau dapat ikan lagi, semuanya sudah disikat habis pukat harimau," katanya.

Sementara itu, nelayan lain Ibrahim (50) mengatakan, pukat harimau yang beroperasi di perairan Batubara lebih mengerikan karena menggunakan dua kapal untuk menarik pukat yang ditebar di laut.

Karena itu, nelayan di Batubara sering menyebutnya dengan istilah "pukat gerandong". "Sudah seperti hantu cara kerjanya," kata Ibrahim.

Ia mengatakan, operasional pukat harimau di Batubara semakin meresahkan karena nahkodanya sering menabrak jaring milik nelayan tradisional.

Ibrahim mengaku menjadi salah satu korban yang ditabrak kapal pukat harimau tersebut. "Habis semua jaring ditarik. Entah bagaimana lagi mencari nafkah," katanya.

Menurut dia, nelayan tradisional di Batubara hampir dua bulan tidak berani melaut lagi akibat operasional pukat harimau yang berbuat seperti preman itu.

Pihaknya sudah berualang kali mengadukan operasional pukat harimau tersebut ke berbagai instansi, tetapi tidak mendapatkan perhatian.


"Entah apa hebatnya toke pukat harimau itu sampai tidak ada yang berani menindaknya," ujar Ibrahim.


Ia menambahkan, operasional pukat harimau yang merajalela tersebut membuat nelayah tradisional di Batubara kebingungan untuk mencari nafkah karena tidak memiliki keterampilan lain selain melaut.


Di satu sisi, nelayan ingin membalas perlakuan kasar pengelola pukat harimau tersebut, tetapi takut terjebak pada perbuatan yang melawan hukum.


Pihaknya sangat mengharapkan aparatur pemerintah dapat menindak operasional pukat harimau yang melanggar hukum tersebut.


"Bagaimana lagi kami mencari makan. Apa kami harus menjadi perampok untuk menafkahi anak istri," ujar Ibrahim.


Nelayan lainnya Zulkifli Sito (36) mengatakan, nelayan tradisional di Batubara sangat heran dengan operasional pukat harimau yang tidak mampu dibasmi di daerah itu.


"Hebat sekali mereka. Daerah lain sudah berhenti, tetapi di Batubara makin merejalela," katanya. ***1***


(T.I023/B/I006/I006) 25-03-2016 15:33:41

Pewarta: .

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2016