Medan, 3/11 (Antara)- Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumatera Utara,Bukit Tambunan memahami keinginan pekerja untuk mendapatkan upah lebih tinggi mencapai Rp2 juta per bulan, namun keputusan harus melihat kemampuan pengusaha dan aturan pemerintah.

"Penundaan pengumuman UMP (upah minimum provinsi) yang dilakukan Gubernur Sumut H Gatot Pujo Nugroho tanggal 1 November, merupakan salah satu indikasi bahwa gubernur memahami aspirasi pekerja yang menginginkan kehidupan yang lebih baik," katanya di Medan, Senin.

Dia mengatakan itu saat mewakili Gubernur Sumut menanggapi aksi unjuk rasa pekerja di depan Kantor Gubernur Sumut Jalan Diponegoro Medan yang berlangung satu jam lebih sejak para pendemo datang sekitar pukul 13.00 WIB.

Tambunan, menegaskan, aspirasi para pekerja itu akan disampaikan ke gubernur dan berharap pekerja tidak melakukan tindakan anarkis yang bisa merugikan semua pihak.

Sementara itu dalam orasi yang dilakukan secara bergantian, para pekerja yang tergabung dalam Gabungan Serikat Pekerja /Serikat Buruh Indonesia (Gabsi) meminta agar Gubernur Sumut menetapkan besaran UMP tahun 2015 minimal Rp2 juta per bulan.

"Dengan hanya Rp1,6 jutaan per bulan seperti yang ditetapkan Depeda (Dewan Pengupahan Daerah) dari Rp1,5 jutaan tahun ini, maka buruh tetap tidak akan sejahtera,"kata para pengunjukrasa dalam orasinya.

Selain menuntut agar UMP Rp2 juta, para pekerja perwakilan 19 serikat pekerja/serikat buruh yang tergabung dalam Gabsi itu yang antara lain ditandatangani Wakil Ketua DPC FSP Kep SPSI Kota Medan, Jahotma Sitanggang juga meminta berbagai hal lainnya.

Mulai dari penghapusan sistem tenaga kerja kontrak, pencabutan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.13 tahun 2013 yang mengatur soal upah, menolak kenaikan bahan bakar minyak (BBM) hingga menolak Pilkada tidak langsung serta penghentian pungutan liar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan.

Janji pemerintahan baru di bawah Presiden Jokowi pada masa kampanye lalu tentang tiga layak bagi pekerja/buruh ujar pekerja harus diimpletasikan dalam kondisi ril di lapangan.

Unjuk rasa itu hampir ricuh karena sebelumnya para pengunjukrasa tersebut menolak hanya dijumpai oleh Kadis Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumut, Bukit Tambunan.

Mereka meminta Gubernur Sumut yang langsung menjumpai mereka.

Aksi unjuk rasa itu membuat lalu lintas di Kota Medan menjadi macet total.

Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, Laksamana Adiyaksa menyebutkan, perusahaan masih tetap beroperasi meski pekerja melakukan unjuk rasa.

"Kami tetap yakin pekerja bisa menahan diri tidak melakukan tindakan anarkis dan pihak keamanan juga mampu menjaga kekondusifan Sumut," katanya.

Sementara anggota Depeda Sumut, Martono A, menegaskan, Depeda memang sudah menetapkan UMP Sumut naik tujuh persen dari UMP 2014 yang sebesar Rp1.505.850 per bulan atau meningkat hampir 27 persen dari Kebutuhan Hidup Layak (KHL) tahun ini.

Rekomendasi UMP sudah disampaikan Depeda ke Gubernur Sumut 31 Oktober 2014.

Kalau gubernur menunda pengumumannya, kata dia, itu hak gubernur.

Namun, Depeda mengingatkan agar gubernur menjalankan ketentuan Permenakertrans No. 7 / 2013 pada pasal 10, dimana gubernur harus mengesahkan UMP itu berdasarkan rekomendasi Depeda.

Penentuan UMP itu sendiri sudah dilakukan Depeda sesuai peraturan yang ada.

Dia menyebutkan, pada Inpres No. 9 tahun 2013 dan Permenakertranns No. 7 tahun 2013, rumusan kenaikan UMP adalah mengacu pada hasil survei KHL kabupaten/ kota terendah.

Apabila UMP di bawah KHL terendah, maka diupayakan mencapa KHL terendah.

Sedangkan apabila UMP sudah lebih tinggi dari KHL, maka rekomendasi kenaikan adalah berdasarkan pembahasan bipartit.***3***
(T.E016/B/Suparmono/Suparmono)

Pewarta: Evalisa Siregar

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2014