Oleh Irwan Arfa



Medan, 1/4 (Antara) - Biaya layanan penumpang (passenger service charge/PSC) atau "airport tax" di Bandar Udara Internasional Kuala
Namu dinilai belum layak dinaikkan karena pelayanan di tempat itu belum seperti yang diharapkan.

"Kalau memang mau dinaikkan, selesaikan dulu masalah yang masih banyak terdapat di Bandara Kuala Namu," kata Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAP) Farid Wajdi di Medan, Selasa.

Menurut Farid, alasan kenaikan airport tax tersebut tidak dapat dilihat dari aspek investasi yang dikeluarkan saja, melainkan pelayanan yang terdapat di Bandara Kuala Namu.

PT Angkasa Pura 2 harus melihat kondisi terkini di Bandara Kualanamu agar memahami bandara pengganti peran Bandara Polonia tersebut benar-benar menjadi kebanggaan warga Sumatera Utara.

Kenaikan tersebut diyakini akan sangat memberatkan masyarakat yang menjadi pengguna jasa penerbangan karena biaya transportasi menuju Bandara Kualanamu yang terletak di pinggiran kota saja sudah cukup mahal.

Jika harus menggunakan jalan arteri, masyarakat harus menghadapi kondisi jalan yang berliku-liku dan belum seluruhnya diaspal karena terkedala pembebasan lahan.

Jika ingin cepat tiba ke bandara yang berlokasi di Kabupaten Deli Serdang tersebut dengan menggunakan jasa kereta api, masyarakat perlu merogoh kantong lagi sebanyak Rp80.000.

Alasan kenaikan untuk meningkatkan layanan di Bandara Kualanamu juga belum layak karena hampir tidak ada perubahan signifikan jika dibandingkan dengan pelayanan di Bandara Polonia.

Apalagi persentase kenaikan airport tax tersebut cukup besar yakni dari Rp35.000 menjadi Rp75.000 untuk penerbangan domestik dan dari Rp75.000 menjadi Rp200.000 untuk penerbangan internasional.

Pihaknya mengakui jika perubahan secara fisik terhadap ruang chek-in, ruang tunggu, dan kebersihan di Bandara Kualanamu jauh lebih bagus jika dibandingkan ketika masih berlokasi di Polonia.

Namun perubahan tersebut hanya dapat dilihat dari pendekatan fisik semata. "Sedangkan pelayanan yang lebih mendasar tidak terjadi revolusi pelayanan," katanya.

Ia mencontohkan dengan aspek keamanan dan kenyamanan bandara, serta calo dan keberadaan taksi gelap yang masih bebas beroperasional di bandara bertaraf internasional tersebut.

Karena itu, tidak mengherankan masih ada pengguna jasa parkir di Bandara Kualanamu yang melaporkan kendaraannya hilang atau masyarakat yang kehilangan aksesoris atau barangnya dalam kendaraan yang diparkir.

"Lain lagi dengan harga makanan dan minuman yang 'selangit', termasuk suasana bandara yang mirip pasar," katanya.

Dengan berbagai kekurangan yang masih banyak terdapat di Bandara Kualanamu, LAPK menilai PT Angkasa Pura 2 belum layak menerapkan kebijakan untuk menaikkan tarif airport tax tersebut.

Jika memang dinaikkan suatu saat nanti, PT Angkasa Pura 2 harus dapat menjamin pelayanan terbaik di Bandara Kualanamu, baik untuk kebersihan, keamanan, ketertiban, serta kepastian hukum bagi penumpang.

Selaku pengelola dan penanggung jawab operasional Bandara Kualanamu, PT Angkasa Pura 2 tidak boleh lagi berkelit dan "buang badan" jika ada kendaraan atau barang milik masyarakat yang hilang ketika di parkiran.

PT Angkasa Pura 2 juga harus menjamin dan bertanggung jawab terhadap keamanan sehingga tidak ada penumpang yang merasa kehilangan atau komplain akibat barangnya rusak.

Solusi lain, kata Farid, PT Angkasa Pura 2 dapat menerapkan kebijakan pembayaran airport tax tersebut ke ke dalam struktur harga pembelian tiket yang dapat memacu peningkatan rasio ketepatan waktu (on time performance) bagi maskapai penerbangan.

"Saat ini, hanya Indonesia satu-satunya negara yang belum memasukan airport tax dalam perhitungan tiket pesawat," kata Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) itu. (I023)

Pewarta: Irwan Arfa

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2014