Medan, 4/3 (antarasumut)- Sidang lanjutan sengketa lahan Koperasi Pengembangan Universitas Sumatera Utara (KP USU) terkait gugatan Izin Lokasi PT Agro Lintas Nusantara (ALN) yang dikeluarkan Pemkab Mandailing Natal (Madina), di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN), Selasa (4/3/2014), nyaris berlangsung ricuh.

Kericuhan berupa aksi 'tegang urat' antara Luhut P Siahaan SH MKn, kuasa hukum PT Agro Lintas Nusantara (ALN) sebagai tergugat intervensi dan Handarbeni Imam Arioso SH dan Marlon Tobing (dari Adnan Buyung Nasution & Partners) kuasa hukum penggugat KP USU (Koperasi Pengembangan Universitas Sumatera Utara), dapat dilerai oleh Majelis Hakim yang diketuai Herman Baeha SH MH didampingi hakim anggota Liza Valianty SH dan Nasrifal SH MH.

Kuasa hukum PT ALN, Luhut P Siahaan SH MKn merasa keberatan dengan cecaran pertanyaan yang diajukan kuasa hukum penggugat (KP USU) kepada saksi fakta tergugat intervensi (PT ALN), yang dihadirkan dalam persidangan.

Dalam persidangan, penggugat (KP USU) menghadirkan 3 orang saksi fakta, yakni mantan Pj Bupati Madina yang juga Kadis Perkebunan Sumut, H Aspan Sofian Batubara, mantan Sekretaris Dishutbun Pemkab Madina yang sekarang menjadi staf Kemenhut Cardi Risandi dan Kepala Tata Usaha (Humas) KP USU Rahmatullo. Sementara, kuasa hukum tergugat (Pemkab Madian/Bupati) belum dapat menghadirkan saksi faktanya. Sedangkan, tergugat intervensi dihadirkan 2 orang warga Desa Tabuyung Kecamatan Batang Muara Gadis Pemkab Madina masing-masing mantan Kades Tabung H Perak dan Kades Tabung Mazli Lubis.

Ketua Majelis Hakim mengimbau kepada kuasa hukum penggugat dan tergugat, agar dapat menjaga etika sebagai lawyer. "Mohon kuasa hukum tergugat intervensi untuk menjaga etika di persidangan. Di sini ada majelis hakim. Bila tidak dapat menghormati dan sopan dalam persidangan, maka majelis hakim berhak mengeluarkan saudara (kuasa hukum tergugat intervensi)," kata Ketua Majelis Hakim.

Sebelumnya, majelis hakim meminta keterangan saksi fakta dari penggugat (KP USU), yakni Aspan Sofian Batubara. Mantan Pj Bupati Madina mengakui ada hubungan saudara sepupu dari Bupati Madina Non Aktif HM Hidayat Batubara.

Di persidangan, Aspan Sofian Batubara mengetahui keberadaan 10.000 hektar lahan KP USU. "Ketika bertugas di Tapsel sebagai Kepala Bidang Ekonomi di Tapsel saya menerima rekomendasi izin lokasi KP USU yang dikeluarkan BPN Tapsel kala itu," ujarnya.

Disinggung majelis hakim apakah saksi mengetahui letak objek perkara KP USU di Madina, Aspan yang sebelum dimintai keterangan disumpah dalam pengadilan, menjawab ketika menjabat sebagai Pj Bupati di tahun 2009 - 2010, status lahan tersebut masih dimiliki KP USU.

Aspan kembali menambahkan, sebagai Kepala Dinas Perkebunan Sumut dari tahun 2009 sampai sekarang, bahwa Bupati Madina non aktif HM Hidayat Batubara tidak pernah melaporkan persoalan KP USU ke Disbun Sumut.

Cardi Risandi, mantan Sekretaris Dishutbun Pemkab Madina kepada majelis hakim mengakui keberadaan KP USU 'menguasai' lahan 10.000 hektar di Kecamatan Batang Muara Gadis. "Secara berkas administrasi, saya mengetahui izin lokasi itu dimiliki KP USU," ujarnya.

Saksi Ahli Mengakui

Dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi ahli, pengakuan saksi dari tergugat intervensi (PT ALN), mengakui keberadaan 10.000 hektar lahan KP USU yang diberikan Menhut zaman Muslimin Nasution di Madina.

Hal itu diakui H Perak, mantan Kades Tabuyung dihadapan majelis hakim. "Sekitar tahun 1997, lahan seluas 10.000 hekar diberikan kepada KP USU. Sebelum KP USU, lahan tersebut dikuasai PT Kengnam dan PT Mujur Timber. Setelah itu dihibahkan kepada KP USU," terangnya di persidangan.

Ketika masih menjabat sebagai Kades di tahun 2011, Peraknas juga mengetahui izin lokasi KP USU akan berakhir. Bahkan dirinya berkoordinasi dengan Sekretaris KP USU Prof Darwin Dalimunthe untuk menyampaikan prihal akan beakhirnya izin lokasi tersebut. Namun, Pemkab Madina masa Bupati Non Aktif HM Hidayat Batubara membatalkan dan mencabut izin lokasi KP USU itu.

Peraknas menyebutkan, di tahun 2012 masuk lah PT ALN yang telah mengantongi izin lokasi, mengajak masyarakat 4 desa (Desa Tabuyung - Singkuang II - Sukamakmur - Manuncang) untuk bersama-sama mengelola kebun sawit. Maka masyarakat menyetujui dan menyerahkan tanah kami kepada PT ALN. "Kami diberikan uang pago-pago Rp 1 juta dan juga masing-masing Kepala Keluarga seluas 2 hektar," ujarnya.

Ketika dipertanyakan kuasa hukum KP USU soal apa alas hak tanah menyerahkan tanah tersebut kepada PT ALN, saksi mengklaim dari dulu warga Desa Tabuyung telah lama memiliki lahan tersebut. Sementara, majelis hakim mempertanyakan apakah KP USU ketika memiliki izin lokasinya pernah memberikan pago-pago? Saksi menyebutkan tidak ada.

Lain pendapat yang dilontarkan Mazli Lubis. Di persidangan, Kades Tabuyung mengatakan, lahan itu tanah ulayat masyarakat desa kami. "Di Desa Tabuyung ada tanah adat," sebut Kades Tabuyung.

Setelah mendengar saksi ahli penggugat dan tergugat intervensi, maka majelis hakim dipersidangan selanjutnya kembali memberikan kesempatan bagi kuasa hukum untuk melengkapi dan menyerahkan bukti-bukti fakta terbaru yang dimiliki. "Bila ada bukti-bukti lagi, silahkan beri ke pengadilan," ujarnya seraya menunda sidang pada 11 Maret 2014.

Sumut Tak Milik Tanah Adat

Kepada wartawan, Cardi Risandi, PNS yang bertugas di Kemenhut menyebutkan, Sumut memiliki 3 juta hektar lebih hutan yang dilindungi oleh pemerintah. Disinggung soal tanah adat (ulayat) di Sumut, beliau mengungkapkan, sepengetahuan dirinya bertugas di Dinas Kehutanan Sumut dan kini di Kemenhut, Sumut tidak ada memiliki tanah ulayat yang diakui oleh pemerintah. (***)

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2014