Jakarta (ANTARA) - Duta Besar Rusia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Vasily Nebenzya menjelaskan bahwa meski menganggap skema gencatan senjata yang disahkan Dewan Keamanan PBB memiliki kekurangan, pihaknya tak ingin menggugurkan usulan yang didukung komunitas internasional.
Oleh karena itu, Rusia memutuskan abstain dalam pemungutan suara Resolusi DK PBB Nomor 2735 tahun 2024 pada Senin (10/6). Resolusi tersebut sah setelah didukung oleh 14 negara anggota DK PBB lainnya, termasuk Amerika Serikat sebagai negara pengusul.
“Kami tidak ingin menghalangi pengesahan resolusi ini karena menurut pemahaman kami, negara-negara Arab mendukungnya. Meski demikian, kami mengharapkan apa yang kami soroti menjadi perhatian,” ucap Nebenzya, sebagaimana pernyataan pers PBB yang diterima di Jakarta, Selasa.
Ia menyebut, sejak eskalasi konflik antara Palestina dan Israel terjadi pada Oktober 2023, pihaknya terus menyuarakan gencatan senjata permanen, pembebasan semua sandera, dan memastikan kelancaran bantuan kemanusiaan bagi rakyat Gaza.
Namun, Dubes Rusia itu merasa bahwa skema gencatan senjata tiga tahap yang disahkan oleh resolusi DK PBB pada Senin tersebut kurang jelas, dan ia menganggap pihak pengusul gagal menjabarkan proposal gencatan senjata itu secara rinci kepada anggota Dewan Keamanan.
Baca juga: Indonesia: Negara D-8 harus bersatu bantu Palestina
“DK PBB seharusnya tidak menyetujui kesepakatan dengan parameter yang kurang jelas ... dan tanpa pemahaman penuh terhadap pendirian pihak-pihak terkait,” kata dia.
Selain itu, Nebenzia mengatakan, meski Hamas dituntut untuk mematuhi resolusi DK PBB tersebut, tidak ada tuntutan yang sama untuk Israel supaya menerima resolusi itu. Israel pun belum menunjukkan komitmennya untuk melaksanakan resolusi.
Selain itu, dalam beberapa kesempatan, pejabat Israel terus menegaskan bahwa mereka tidak akan mengakhiri agresi di Jalur Gaza “sampai Hamas sepenuhnya kalah”, ucap Dubes Rusia untuk PBB itu.
Resolusi DK PBB tersebut disahkan di tengah agresi Israel ke Jalur Gaza yang tak kunjung berhenti sejak Oktober 2023. Serangan Israel itu menewaskan lebih dari 36.600 warga sipil, yang sebagian besar merupakan wanita dan anak-anak, serta melukai lebih dari 83.000 jiwa.
Menurut PBB, agresi Israel telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza terusir dari tempat tinggalnya, 60 persen infrastruktur di Gaza rusak dan hancur, serta menyebabkan kelangkaan makanan, air bersih, dan obat-obatan yang parah.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Rusia jelaskan alasan abstain atas resolusi gencatan senjata di Gaza