Jakarta (ANTARA) - Direktur Penjualan PT HM Sampoerna Tbk (Sampoerna) Ivan Cahyadi menyatakan ada sekitar 4 juta pedagang retail tradisional dari 60 juta Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di seluruh Indonesia belum terkelola dengan baik.
“Dari 60 juta UMKM di Indonesia, masih ada sekitar 4 juta pedagang retail tradisional di seluruh Indonesia yang belum terkelola dengan baik. Mereka hidup was-was karena begitu ada pelaku usaha yang lebih modern dan lebih kuat modalnya, ada ancaman untuk tutup,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jakarta, Selasa.
Menyikapi kenyataan tersebut, Sampoerna membina berbagai pelaku retail tradisional tersebut melalui program Sampoerna Retail Community (SRC) yang telah berjalan selama 16 tahun.
Pada awal tahun 2024, SRC memiliki jaringan lebih dari 250 ribu toko kelontong di seluruh Indonesia yang tergabung dalam 8.200 Paguyuban dan bermitra dengan lebih dari 6.300 toko grosir yang tergabung bersama Mitra SRC. Dengan anggota sebesar itu, lanjut Ivan, SRC telah memberikan dampak nyata bagi para pemilik toko dan masyarakat Indonesia.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Tim Riset Kompas Gramedia (KG) Media, omzet Toko SRC secara keseluruhan pada tahun 2022 diperkirakan mencapai Rp236 triliun atau setara dengan 11,4 persen Produk Domestik Bruto (PDB) ritel nasional tahun 2022. Selain itu, para pemilik Toko SRC disebut merasakan kenaikan omzet hingga 42 persen setelah bergabung menjadi Toko SRC.
Lebih lanjut, pendampingan yang dilakukan melalui program SRC mencakup aspek fisik toko dan rantai pasok, serta memberikan dukungan agar toko kelontong mampu beradaptasi terhadap perkembangan teknologi dan digitalisasi.
Dukungan tersebut diwujudkan melalui ekosistem digital AYO by SRC dengan melibatkan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), terutama untuk meningkatkan akses dan literasi finansial para pelaku UMKM toko kelontong. Upaya konkret yang diberikan Sampoerna dan BRI guna mendorong peran UMKM dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan.
Menurut Ivan, pihaknya memiliki visi yang sama dengan BRI untuk membawa perubahan bagi UMKM.
“UMKM butuh dibimbing, didampingi, dan diberikan akses. Kita bisa bersama-sama mewujudkan itu, walaupun tantangannya banyak kita tetap optimis untuk bisa #JadiLebihBaik,” kata dia.
Saat ini, Toko SRC dinyatakan dapat melakukan pembukaan rekening dengan proses yang mudah dan bertransaksi secara digital melalui BRIVA (BRI Virtual Account) untuk pembelian ke Mitra SRC, serta QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard).
Keberadaan SRC dikatakan memberikan manfaat pula bagi UMKM lain yang berada di sekitar Toko SRC melalui Pojok Lokal yang didedikasikan untuk memasarkan produk-produk UMKM sekitar.
Sebagai perkiraan, ucap dia, produk UMKM yang dipasarkan melalui Pojok Lokal di Toko SRC memiliki omzet 40 persen lebih tinggi dibandingkan produk UMKM yang dipasarkan di toko kelontong non-SRC. Bahkan, total transaksi Pojok Lokal secara nasional mencapai Rp5,65 triliun menurut riset KG Media.
Kemudian, SRC juga dinilai berperan dalam membentuk lapangan kerja, di mana 51 persen Toko SRC berhasil membuka lapangan pekerjaan baru melalui penambahan karyawan.
Direktur Bisnis Mikro BRI Supari menyatakan bahwa Indonesia memiliki optimisme dalam penguatan peran UMKM yang dapat diakselerasi dari sisi literasi dan orkestrasi dari pemangku kebijakan.
“Untuk menuju negara yang makmur pada 2032-2034, perlu akselerasi pada penambahan jumlah UMKM sehingga secara agregat nanti mendapatkan produktivitas, selain itu perlu dilakukan akselerasi pada produktivitas UMKM itu sendiri,” ungkap Supari.
Hingga saat ini, BRI dinyatakan telah berhasil mengimplementasikan perbankan digital hingga ke tingkat warung kecil dengan mengelola 740 ribu agen BRILink dan transaksi tahunan mencapai Rp1.400 triliun. Inisiatif ini dianggap telah mengurangi dominasi rentenir dan memperkuat sektor keuangan mikro.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Sampoerna: 4 juta pedagang retail tradisional belum terkelola baik