“Biar bagaimana pun, Anda tidak bisa melindungi sesuatu yang tidak bisa Anda lihat. Dengan menciptakan inventarisasi dari perangkat dan mesin IoT yang digunakan, perencana dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang risiko yang dihadapi dan mengembangkan strategi efektif untuk mengamankan kota-kota cerdas” jelas Edwin.
Selain itu, program pelatihan penting untuk memperlengkapi individu dalam memahami dan merespons risiko keamanan siber terkait kota cerdas. Inisiatif seperti fasilitas pelatihan Smart City Simulator dan Cyber Security Online Simulation Platform (CSOSP) yang didirikan oleh Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN) adalah langkah-langkah perkembangan penting. Menggarisbawahi pentingnya inisiatif seperti ini akan membina generasi baru berupa individu-individu berbakat yang mampu mengelola secara efektif tantangan keamanan siber yang semakin kompleks di kota-kota cerdas.
Edwin juga menuturkan beberapa tantangan yang dihadapi untuk menerapkan konsep kota cerdas. Pertumbuhan yang cepat dari perangkat IoT yang tidak aman mengekspos kerentanan yang dapat dieksploitasi oleh penyerang siber dan mengancam seluruh sistem. Seiring diintegrasikannya perangkat baru, permukaan penyerangan meluas sehingga kompleksitas meningkat dan visibilitas berkurang, memperparah kesenjangan keamanan.
Bahkan sensor, yang sering kali mengandalkan teknologi nirkabel tidak tersandi, mudah terpapar aktivitas berbahaya. Penyerang dapat mencegat data rahasia melalui serangan Man-in-the-Middle (MitM) yang merupakan ancaman besar terhadap privasi penghuni.