New York (ANTARA) - Dolar melemah pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), dalam perjalanan menuju penurunan mingguan kedua berturut-turut, karena para pedagang memangkas ekspektasi kenaikan suku bunga Federal Reserve AS dan membaiknya data inflasi serta belanja konsumen meredakan kekhawatiran resesi.
Indeks dolar, yang mengukur mata uang safe-haven itu terhadap sekeranjang enam mata uang utama lainnya, turun serendah 101,43, terlemah sejak 25 April. Pada basis mingguan, jatuh 1,24 persen, menyusul penurunan 1,45 persen dari pekan sebelumnya. Indeks dolar terakhir (pukul 19.10 GMT), turun 0,059 persen pada 101,66.
"Kami terus berpikir bahwa yang terbaik dari reli dolar yang lebih luas ada di belakang kami sekarang dan sementara dolar mungkin belum turun secara signifikan, kenaikan lebih lanjut tampaknya tidak mungkin," kata ahli strategi dari Scotiabank dalam catatan klien.
"The Fed sepenuhnya diperhitungkan dan ekspektasi untuk kenaikan suku bunga di akhir tahun mungkin akan direvisi jika ekonomi melambat lebih cepat dari yang diharapkan," kata mereka.
Greenback mencapai puncak hampir dua dekade di atas 105 awal bulan ini tetapi telah menurun seiring dengan prospek besarnya kemungkinan kenaikan suku bunga Fed tahun ini, yang sebagian telah didorong oleh kekhawatiran atas inflasi yang tidak terkendali.
"Dolar melemah karena pandangan The Fed menghentikan kenaikan suku bunga pada musim gugur mendapatkan daya tarik," kata Joe Manimbo, analis pasar senior di Western Union Business Solutions.
Risalah dari pertemuan Fed Mei minggu ini menunjukkan sebagian besar peserta percaya kenaikan 50 basis poin akan sesuai pada pertemuan kebijakan Juni dan Juli, tetapi banyak yang berpikir besar, kenaikan awal akan memungkinkan ruang untuk jeda di akhir tahun guna menilai apakah kebijakan yang lebih ketat membantu menjinakkan inflasi.
Meskipun inflasi terus meningkat pada April, namun naik lebih rendah dari beberapa bulan terakhir, data menunjukkan pada Jumat (27/5/2022). Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) naik 0,2 persen, kenaikan terkecil sejak November 2020, setelah melonjak 0,9 persen pada Maret. Selama 12 bulan hingga April, indeks harga PCE naik 6,3 persen setelah melonjak 6,6 persen pada Maret.
Imbal hasil acuan obligasi pemerintah AS lebih rendah pada Jumat (27/5/2022), tetapi sempat memantul dari posisi terendah sesi setelah angka inflasi April, yang mendorong harapan bahwa tekanan lonjakan harga yang terburuk telah berlalu.
Sebuah laporan terpisah menunjukkan belanja konsumen AS naik lebih tinggi dari yang diperkirakan bulan lalu karena rumah tangga mendorong pembelian barang-barang dan jasa.
Laporan utama AS minggu depan adalah angka penggajian non pertanian (nonfarm payrolls) untuk bulan Mei di akhir pekan.
"Data pekerjaan akan menjelaskan ruang lingkup pengetatan dari kuartal ketiga ke depan," kata Manimbo.
Euro telah menjadi penerima manfaat utama dari penurunan dolar, tetapi momentum itu juga terhenti karena investor percaya banyak dari kenaikan suku bunga yang diharapkan dari Bank Sentral Eropa telah diperhitungkan ke level saat ini.
Mata uang tunggal itu datar untuk hari ini di 1,0731 dolar AS, setelah sebelumnya naik ke level tertinggi dalam sebulan. Sterling 0,16 persen lebih tinggi pada 1,2628 dolar AS.
Dolar Australia yang sensitif terhadap risiko menguat 0,8 persen menjadi 0,7156 dolar AS, sementara dolar Selandia Baru melonjak 0,88 persen menjadi 0,6535 dolar AS.
Namun, sentimen risiko yang lebih baik tidak membantu bitcoin, yang jatuh 2,59 persen menjadi 28.426 dolar AS, melanjutkan penurunan bertahap minggu ini dari level 30.000 dolar AS yang penting secara psikologis.