Banda Aceh (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh memvonis lima pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Simeulue masing-masing dengan hukuman dua tahun enam bulan atau 30 bulan penjara karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi proyek perbaikan jalan dan jembatan dengan nilai Rp10,7 miliar.
Vonis tersebut dibacakan majelis hakim diketuai Dahlan didampingi Edwar dan Zulfikar masing-masing sebagai hakim anggota di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh di Banda Aceh, Rabu.
Kelima pejabat menjadi terdakwa perkara korupsi tersebut, yakni Dedi Alkana selaku Kepala Seksi Pemeliharaan dan Jembatan Bidang Bina Marga pada Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Kabupaten Simeulue.
Afit Linon selaku Kepala Bidang Bina Marga dan juga Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Simeulue.
Berikutnya Iis Wahyudi selaku pejabat pengadaan dan pejabat penerima hasil pekerjaan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Simeulue.
Serta Bereueh Firdaus selaku Kepala Bidang Bina Marga dan juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Simeulue, dan Ali Hasmi selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Simeulue.
Sidang berlangsung secara tatap muka. Kelima terdakwa hadir ke persidangan didampingi penasihat hukum Bahrul Ulum, Zulfan, dan kawan-kawan. Sidang dihadiri Jaksa Penuntut Umum Rahmat Ridha dari Kejaksaan Tinggi Aceh.
Majelis hakim menyatakan para terdakwa tidak terbukti bersalah seperti dakwaan primair jaksa penuntut umum, namun majelis hakim menyatakan kelima terdakwa bersalah dalam dakwaan subsidair.
"Menghukum kelima terdakwa dengan vonis masing-masing dua tahun enam bulan penjara. Para terdakwa melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP," kata majelis hakim.
Vonis majelis hakim tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Pada persidangan sebelumnya, JPU menuntut empat terdakwa masing-masing delapan tahun enam bulan dan seorang terdakwa tujuh tahun enam bulan.
Selain menuntut hukuman penjara, para terdakwa juga dituntut membayar denda masing-masing Rp500 juta subsidair tiga hingga enam bulan penjara. Khusus untuk terdakwa Ali Hasmi, JPU menuntut membayar uang pengganti Rp750 juta subsidair enam bulan penjara.
Sedangkan untuk uang pengganti, JPU menuntut terdakwa Bereuh Firdaus membayar Rp2,29 miliar. Jika terdakwa tidak membayar setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka dipidana empat tahun tiga bulan.
Tuntutan membayar uang pengganti juga dibebankan kepada terdakwa Dedi Alkana. JPU menuntut terdakwa Dedi Alkana membayar uang pengganti kerugian negara Rp2 miliar. Jika tidak membayar, maka dipidana empat tahun tiga bulan.
Namun majelis hakim tidak menghukum terdakwa membayar uang pengganti, sebab pemeriksaan kerugian negara tidak relevan karena proyek tersebut sudah selesai dikerjakan selama tiga tahun.
"Selain pidana penjara, kelima terdakwa dihukum membayar denda masing-masing Rp50 juta dengan subsidair satu bulan penjara. Memerintahkan para terdakwa tetap ditahan," majelis hakim.
Atas vonis hakim tersebut, kelima terdakwa dan JPU menyatakan pikir-pikir. Majelis hakim memberikan waktu kepada para pihak selama tujuh menentukan sikap apakah menerima putusan atau menyatakan banding.
Pada persidangan sebelumnya, JPU menyebutkan proyek pemeliharaan jalan dan jembatan dengan nilai Rp10,7 miliar bersumber dari APBK Simeulue tahun anggaran 2017. Akibat perbuatan para terdakwa, negara dirugikan Rp5,7 miliar. Sebesar Rp1,4 miliar dikembalikan saat penyidikan.
JPU mengatakan Pemerintah Kabupaten Simeulue pada tahun anggaran 2017 mengalokasikan dana Rp1 miliar untuk pemeliharaan jalan dan jembatan. Namun pada anggaran perubahan, dana pemeliharaan jalan dan jembatan tersebut meningkat menjadi Rp10,7 miliar.
"Kemudian, proyek pemeliharaan jalan dan jembatan dilakukan dengan penunjukan langsung serta membagi proyek tersebut menjadi 70 paket. Namun, proyek terjadi kelebihan bayar dan tidak sesuai spesifikasi," kata JPU.
JPU menyebutkan tim ahli dari Politeknik Negeri Lhokseumawe memeriksa fisik dan volume 70 paket pekerjaan pemeliharaan jalan dan jembatan di Kabupaten Simeulue tersebut.
Selanjutnya, kata JPU, dari hasil pemeriksaan perhitungan volume kontrak dan penghitungan tim ahli, ditemukan selisih pekerjaan serta kelebihan bayar. Kelebihan bayar tersebut juga tidak dilaksanakan oleh rekanan atau penyedia barang jasa.