Para buruh tersebut tergabung dalam tiga serikat pekerja yakni Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Sumut dan Serikat Buruh Merdeka Indonesia (SBMI).
Ketua FSPMI Sumut, Willy Agus Sutomo, dalam orasinya mengatakan bahwa RUU Omnibus Law Cipta Kerja sangat merugikan para buruh karena ada beberapa poin yang diatur dalam RUU tersebut tidak berpihak kepada buruh seperti melegalkan tenaga outsourching dan tidak lagi ada upah minimum kabupaten (UMK), sehingga pekerja rentan diberi upah dibawah UMK.
Baca juga: Omnibus Law dinilai strategi paling memungkinkan atasi masalah ekonomi dalam suasana pandemi
Kemudian, sistem kerja kontrak bisa seumur hidup, jam kerja yang panjang, potensi hilangnya jaminan sosial, hilangnya sanksi pidana bagi pengusaha dan potensi penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) secara bebas.
"Kami meminta agar pihak DPRD Sumut sebagai wakil rakyat untuk menyampaikan tuntutan para buruh di Sumut ke pemerintah pusat," katanya.
Dalam aksi itu, buruh juga meminta agar pemerintah bertanggung jawab penuh atas PHK terhadap pekerja atau buruh dengan alasan COVID-19.
Menolak rencana pemerintah menunda iuran BPJS Ketenagaan dan meminta agar Kadisnaker Ketenagakerjaan Provsu segera menyelesaikan masalah ketenagakerjaan di Sumut.
Pantauan ANTARA di lapangan, aksi tetap berjalan kondusif dan sejumlah aparat kepolisian bersiaga untuk mengamankan unjuk rasa tersebut.