Seoul (ANTARA) - Korea Selatan mengatakan pada Sabtu bahwa mereka harus memperpanjang kampanye jaga jarak intensif yang dijadwalkan berakhir pada Senin karena kekhawatiran tentang kasus virus corona impor dan wabah baru dalam kelompok kecil tetap ada.
Negara itu secara luas telah berhasil mengendalikan epidemi terbesar Asia di luar China dengan sekitar 100 atau lebih sedikit kasus harian baru. Tetapi wabah yang lebih kecil di gereja, rumah sakit dan panti jompo, serta infeksi di antara para pelancong, terus muncul.
Baca juga: Lima pasien positif COVID-19 asal Bekasi dinyatakan sembuh
Pekan ini, pemerintah telah mengukur apakah mereka harus memperpanjang 15 hari kebijakan jaga jarak intensif yang diterapkan pada 21 Maret, di mana fasilitas berisiko tinggi didesak untuk ditutup dan pertemuan keagamaan, olahraga dan hiburan dilarang.
Perdana Menteri Chung Sye-kyun mengatakan situasinya masih "serius", mengutip lonjakan baru-baru ini dalam kasus-kasus impor dan kelompok kasus di wilayah Seoul yang katanya juga mendorong pemerintah untuk membatalkan pembukaan kembali sekolah-sekolah minggu depan.
Baca juga: Antisipasi COVID-19, warga Sumut diimbau tidak mudik, silaturahmi disarankan melalui video call
"Kami berada dalam situasi di mana kami harus menjaga jarak sosial intensif untuk beberapa waktu," katanya dalam pertemuan dengan pejabat pemerintah.
"Transmisi domestik sedang dikelola dalam sistem kami dan infeksi yang tidak dapat dilacak telah mereda dengan tajam ... Tapi kami tidak bisa melepaskan kewaspadaan untuk saat ini."
Chung tidak mengatakan berapa lama tindakan itu akan dilakukan.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea melaporkan 94 kasus baru pada Sabtu, menjadikan total hitungan nasional menjadi 10.156. Korban tewas naik tiga menjadi 177, sementara lebih dari 300 pulih dari virus dengan total 6.325 pasien.
Sumber: Reuters