Kotapinang (ANTARA) - Sejumlah elemen masyarakat dan pemuda menyayangkan gagalnya APBD 2020 Kabupaten Labuhanbatu Selatan disahkan menjadi Peraturan Daerah atau Perda. Akibatnya, Rp1,3 triliun anggaran yang diproyeksikan pada APBD 2020 gagal direalisasikan untuk berbagai program pembangunan yang telah direncanakan.
Hal itu dipicu ketidakharmonisan DPRD dan pemerintah daerah yang menyebabkan kerugian masyarakat, karena pembangunan tidak berjalan sesuai harapan. Sebagai penggantinya, pemerintah daerah hanya mengalokasikan anggaran sebesar tahun sebelumnya, yakni sekira Rp850 milyar melalui payung hukum Peraturan Kepala Daerah atau Perkada.
Baca juga: Bupati Labusel berharap pengesahan APBD 2020 tepat waktu
“Ratusan milyar anggaran hilang begitu saja,” ujar aktifis anti korupsi Labuhanbatu Selatan, Nanang Azhari kepada wartawan, Rabu (1/1) di Kotapinang.
Nanang mengecam sikap sejumlah anggota DPRD Labuhanbatu Selatan yang telah ‘mengorbankan’ pembangunan dengan tidak hadir pada sidang paripurna, sehingga sidang tersebut tidak dapat dilaksanakan, karena dewan yang hadir tidak mencapai ambang batas (kuorum). Padahal kata dia, sebagai daerah otonomi baru, Kabupaten Labuhanbatu Selatan membutuhkan banyak pembangunan dan berkesinambungan.
“Kalau perlu di PAW saja. Karena sebagai wakil rakyat apa yang mereka lakukan tidak mencerminkan keinginan masyarakat. Sementara seluruh pembahasan sudah dilaksanakan dan pada saat pengesahan justru mereka tidak hadir,” katanya.
Pihaknya mendesak agar masing-masing pengurus wilayah dan pengurus pusat partai politik memberikan sanksi tegas terhadap anggotanya di DPRD Labuhanbatu Selatan yang tidak hadir pada paripurna tersebut. Apa lagi, APBD 2020 merupakan produk perdana bagi 35 anggota DPRD Labuhanbatu Selatan periode 2019-2024.
Kecaman serupa diutarakan Ketua LBH Asri Labuhanbatu Selatan, Samsuten Ritonga. Menurutnya, anggota DPRD yang tidak hadir pada paripurna tersebut sudah ingkar terhadap sumpah dan janji ketika dilantik, pada 25 September 2019 lalu.
Ia berharap, Inspektorat Provinsi Sumatera Utara untuk segera mengevaluasi dan memeriksa pemerintah daerah dan khususnya DPRD Labuhanbatu Selatan terkait gagalnya pengesahan Perda APBD 2020.
Pihaknya meminta agar sanksi tegas sesuai Permendagri No. 33 tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2020, UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah dapat diterapkan dalam kasus ini.
“Pihak yang terbukti menghambat tidak diberikan hak keuangan selama enam bulan. Kita juga sangat menyangkan sikap yang ditunjukkan para ketua partai yang juga anggota dewan. Mereka hadir pada paripurna itu, namun anggotanya tidak datang,” jelasnya.
Anggota DPRD Labuhanbatu Selatan dari Fraksi Hanura, Edimin alias Asiong mengatakan, tidak ada alasan DPRD menerima sanksi atas tidak disahkannya Ranperda APBD 2020. Sebab, DPRD sudah sangat kooperatif dalam melakukan pembahasan hingga rampung.
Tidak hadirnya sejumlah anggota dewan untuk pengesahan disebabkan ada sejumlah permasalahan menyangkut mata anggaran, yakni terkait terlalu besarnya alokasi dana hibah dan postur anggaran yang dinilai tidak masuk akal. Selain itu, tahapan penyusunan APBD 2020 dari awal sudah tidak sesuai, karena KUA-PPAS terlambat diserahkan, sehingga PPAS tidak sempat dibahas. “DPRD tidak salah,” jelasnya.
Edimin menjelaskan, nilai alokasi dana hibah yang dianggarkan untuk sejumlah Ormas khususnya kepemudaan terlalu signifikan. Demikian juga pemunculan anggaran untuk mensubsidi kelompok tani yang jumlahnya mendadak sangat banyak.
Menurut dia, hal itu tidak masuk akal dana hibah kepada organisasi tertentu lebih besar dari pada anggaran OPD dalam setahun. “Saat ini Pemprov Sumut sedang melakukan evaluasi, kami tidak khawatir,” ujarnya.