Manchester, Inggris (ANTARA) - Kemasukkan gol yang tak semestinya mudah diantisipasi, kesalahan yang terus dilakukan David De Gea dan kalah pada pertandingan yang seharusnya tak perlu kalah adalah yang sering dialami Manchester United pada musim lalu.
Dan takluk melawan Crystal Palace Sabtu malam kemarin lebih mengingatkan kepada hal-hal buruk yang terjadi di musim lalu itu, dari pada dianggap sebagai sandungan untuk era baru nan terjal di bawah kepelatihan Ole Gunnar Solskjaer.
Dua pertandingan pertama musim ini, masing-masing menang melawan Chelsea dan ditahan seri Wolves, sudah cukup menegaskan bahwa segalanya telah bergerak ke arah yang benar. Tetapi langkah mundur kalah 1-2 melawan Palace yang merupakan pertama kali dalam 28 tahun melawan Palace, telah membuyarkan impian pendukung MU.
Banyak penonton yang berhamburan keluar lapangan setelah menyaksikan gol penentu kemenangan pada masa injuri yang dicetak Patrick van Aanholt, karena mereka tidak pernah menyaksikan hal seperti ini sebelumnya; United kemasukkan dua gol yang tidak perlu, dan miskin kreativitas telah membuat tuan rumah hanya bisa melepaskan tiga tendangan tepat sasaran.
Itu adalah masalah sama yang turut menyumbang kepada delapan kekalahan dari 12 pertandingan pada akhir musim lalu yang diikuti dengan kemenangan pada 14 dari 17 pertandingan pertama era kepemimpinan Solskjaer. Fans MU seperti tak sabar menunggu hadirnya tim MU yang benar: Akankah Manchester United sejati terbentuk?
Solskjaer terburu-buru menyatakan bahwa kegagalan mengeksekusi dua tendangan penalti membuat timnya gagal bertahan di puncak klasemen, padahal dia mengabaikan masalah MU yang sebenarnya.
Baca juga: MU dipermalukan Crystal Palace 1-2
Baca juga: Solskjaer masih merasa MU pantas menang saat menjamu Crystal Palace
United miskin opsi kreatif di lapangan tengah dan pencetak gol ulung di depan, dan Palace mungkin mungkin tidak akan menjadi tim terakhir musim ini yang bertandang ke Old Trafford yang memilih bertahan sedalam mungkin sambil menunggu melancarkan serangan balik. Neil Warnock mengadopsi taktik ini bersama Cardiff City yang sudah terdegradasi musim lalu, dan koleganya, Roy Hodgson, menerapkan taktik serupa ini dengan sempurna bersama Palace.
Itu belum termasuk pemain-pemain MU yang tampil seperti ragu menendang bola. Gol pertama Palace terjadi dari situasi aneh yang tak perlu terjadi ketika Jeffrey Schlupp melakukan libasan setelah lompatan Victor Lindelof tak mengenai bola, dan Jordan Ayew memanfaatkan kesalahan Harry Maguire dalam menempatkan posisi untuk kemudian memperdaya De Gea.
Miskin kreativitas
Jika yang seperti itu dianggap buruk, kemenangan Palace itu bahkan lebih buruk lagi. Setelah United akhirnya menyamakan kedudukan pada menit ke-89 melalui finis melengkung indah Daniel James, Paul Pogba menyia-nyiakan bola di lapangan tengah yang justru memberi jalan kepada Van Aanholt untuk melepaskan tembakan yang semestinya mudah digagalkan De Gea.
Penampilan De Gea menjadi masalah pada akhir musim lalu dan Solskjaer cuma berharap kesalahan terakhir De Gea itu kesialan belaka, bukan isyarat bahwa masa telah berganti (De Gea sudah tidak secemerlang dulu). Solksjaer mereka tak perlu mengkhawatirkan penjaga gawangnya yang justru telah menurun.
Baca juga: Roy Hodgson ungkap rahasia pecundangi MU
United memang mendominasi 77 persen penguasaan bola, tetapi tak bisa memanfaatkannya untuk melepaskan banyak tendangan ke arah gawang lawan. Kekalahan melawan Palace bukan karena kiper tim tamu Vicente Guaita tampil hebat karena dia bahkan tidak bisa membaca dan menahan tendangan penalti Marcus Rashford. Hanya karena keberuntungan bola membentur tiang gawang yang membuat gawang Guaita selamat.
Kesialan yang sering menimpa United musim lalu, kembali terjadi, tapi para pemain Solskjaer sendiri memang kelihatan miskin ide, padahal mereka sudah menyadari tim yang bertahan terlalu seperti Palace pasti mengandalkan serangan balik.
Ketika Maguire dan Aaron Wan-Bissaka bahu membahu mengkonsolidasikan pertahanan, barisan depan United miskin kreativitas, apalagi opsi serang mereka makin lemah setelah Romelu Lukaku hengkang.
Baca juga: Liverpool menang 3-1 atas Arsenal, Salah dua gol
Mungkin pandangan suporter kepada Lukaku yang kini menjadi striker Inter terbelah, tetapi dengan rata-rata satu gol pada setiap dua pertandingan, tak ada pemain MU sekarang yang menyamai Lukaku. Ketika Solskjaer menoleh ke bangku cadangan pada babak kedua melawan Palace itu, dia hanya bisa menurunkan si remaja 17 tahun Mason Greenwood.
Memang positif klub ini memberikan kepercayaan luar biasa kepada seorang pemain muda dan Greenwood memang punya potensi hebat, tapi adalah terlalu berlebihan mengharapkan seorang remaja tanpa pengalaman gol pada tingkat senior, bisa mengubah arah pertandingan. Dia memang akhirnya akan menjadi pengubah arah pertandingan, tetapi sekarang belum bisa.
Kekalahan dari Crystal Palace bukan malapetaka --ini bahkan cuma minggu ketiga dari musim yang panjang-- tetapi kekalahan itu memperlihatkan masalah masa lalu yang masih terjadi saat ini.
Seorang mantan pemain United mendengar umpatan dari kelompok pendukung MU bahwa "kita sampah" ketika meninggalkan Stadion Old Trafford Sabtu malam kemarin itu. Meskipun situasi saat ini tidak seburuk itu, masalah yang terjadi pada musim lalu tetap memeningkan kepala Solskjaer.
MU masih ulang kesalahan kecil di musim lalu
Minggu, 25 Agustus 2019 17:11 WIB 612