New York (ANTARA) - Harga minyak melonjak lebih dari lima persen pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB) setelah Iran menembak jatuh drone militer Amerika Serikat (AS), meningkatkan kekhawatiran konfrontasi militer antara Teheran dan Washington.
Ekspektasi bahwa Federal Reserve (Fed) dapat memangkas suku bunga pada pertemuan berikutnya, stimulus pertumbuhan di negara-negara konsumen minyak terbesar dunia, dan penurunan persediaan minyak mentah AS juga mendukung harga.
"Pertemuan-pertemuan peristiwa ini: ada siklus pelonggaran yang membayangi yang akan memukul dolar dan menopang harga komoditas, serta ada juga ketegangan dengan Iran," kata John Kilduff, seorang mitra Again Capital Management di New York.
Premi keamanan yang dibangun ke dalam harga minyak dapat naik lebih lanjut karena ketegangan antara AS dan Iran memanas, katanya.
Patokan global, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus melonjak 2,63 dolar AS atau 4,3 persen, menjadi ditutup pada 64,45 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli naik tajam 2,89 dolar AS atau 5,4 persen, menjadi menetap pada 56,65 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange,
Premi Brent atas WTI menyempit ke level terendah sejak April. Langkah itu terjadi ketika minyak mentah AS naik lebih cepat dari Brent, karena penarik yang disediakan oleh kebijakan potensial Federal Reserve, kata Direktur Berjangka Mizuho di New York Bob Yawger.
Presiden AS Donald Trump yang mengecilkan dugaan Iran mengenai drone militer AS mengatakan bahwa ia menduga itu ditembak secara tidak sengaja dan bahwa "itu akan membuat perbedaan besar" baginya jika pesawat yang dikendalikan dari jarak jauh telah diujicobakan.
Sementara komentar-komentar tampak menunjukkan bahwa Trump tidak bersemangat untuk meningkatkan eskalasi terbaru dalam serangkaian insiden dengan Iran, ia juga memperingatkan bahwa: "Negara ini tidak akan mendukungnya."
Teheran mengatakan pesawat tak berawak Global Hawk yang tidak bersenjata sedang dalam misi mata-mata atas wilayahnya, tetapi Washington mengatakan ditembak jatuh di wilayah udara internasional.
Ketegangan meningkat di Timur Tengah sebagai rumah bagi lebih dari 20 persen dari produksi minyak dunia, setelah serangan terhadap dua kapal tanker di dekat Selat Hormuz, sebuah titik chokepoint untuk pasokan minyak. Washington menyalahkan Teheran atas serangan kapal tanker itu. Iran membantah peran apa pun.
Kekhawatiran tentang perlambatan pertumbuhan ekonomi dan sengketa perdagangan AS-China telah menarik minyak lebih rendah dalam beberapa pekan terakhir. Brent mencapai tertinggi 2019 sebesar 75 dolar AS pada April.
Prospek penurunan suku bunga lebih lanjut dapat membuktikan faktor yang lebih signifikan untuk minyak, kata analis Petromatrix Olivier Jakob, seandainya ketegangan Amerika dan Iran tidak meningkat.
"The Fed dan pemotongan suku bunga adalah sesuatu yang akan memberikan dukungan yang lebih substansial," katanya.
Produsen OPEC Teluk akan mempertahankan produksi minyak Juli mereka di dalam target OPEC meskipun pakta pemotongan pasokan global berakhir pada akhir Juni, sumber OPEC mengatakan, sinyal bahwa eksportir Teluk enggan untuk meningkatkan pasokan.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu-sekutunya termasuk Rusia tampaknya akan memperpanjang kesepakatan untuk memotong 1,2 juta barel produksi per hari. Koalisi yang dikenal sebagai OPEC+ sepakat minggu ini untuk bertemu pada 1-2 Juli, mengakhiri satu bulan perselisihan tentang waktu pertemuan.
Baca juga: Dolar AS melemah setelah Fed isyaratkan kemungkinan penurunan suku bunga
Baca juga: Wall Street ditutup menguat di tengah data ekonomi beragam dan keputusan Fed
Baca juga: Emas berjangka melonjak 3,57 persen setelah keputusan Fed tahan suku bunga
Minyak melonjak dipicu ketegangan antara Iran dan As, potensi penurunan suku bunga
Jumat, 21 Juni 2019 8:35 WIB 1075