Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan untuk memanggil mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutarjo untuk dimintai keterangan terkait kasus korupsi pengadaan kapal.
Adapun kasus korupsi itu dalam proyek pembangunan 4 Unit Kapal 60 Meter Untuk Sistem Kapal Inspeksi Perikanan Indonesia (SKIPI) di Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan TA 2012-2016.
"Kalau dilihat dari waktu terjadinya, Menteri KKP yang menjabat pada April 2012 tentu mengetahui proyek ini. Jika nanti dibutuhkan untuk proses pemeriksaan tentu ini tergantung keputusan tim penyidik," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Untuk diketahui, Sharif menjabat sebagai Menteri KKP pada Oktober 2011- Oktober 2014.
Namun, kata Febri, lembaganya juga membuka kemungkinan untuk memanggil pihak-pihak lainnya yang mengetahui kasus tersebut.
"Namun, pihak-pihak yang mengetahui terkait penanganan perkara tentu dapat diperiksa di tingkat penyidikan," ucap Febri.
Sebelumnya, KPK telah menjelaskan konstruksi perkara korupsi dalam proyek pembangunan 4 Unit Kapal 60 Meter untuk Sistem Kapal Inspeksi Perikanan Indonesia (SKIPI) itu.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan dua tersangka, yaitu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Aris Rustandi (ARS) dan Direktur Utama PT Daya Radar Utama (DRU) Amir Gunawan (AMG).
"Panitia pengadaan pembangunan SKIPI Tahap I merencanakan proses lelang dimulai 5 Desember 2011 dan pemenangnya diumumkan pada 15 Juni 2012," kata Wakil Ketua Saut Situmorang saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Kemudian, kata dia, pada Oktober 2012, Menteri KKP menetapkan PT DRU sebagai pemenang pekerjaan pembangunan kapal SKIPl dengan nilai penawaran Rp558.531.475.423 atau saat itu setara 58.307.789 dolar AS.
"Pada Januari 2013, ARS yang menjabat sebagai PPK dan pihak PT DRU menandatangani kontrak pekerjaan pembangunan SKIPl Tahap I dengan nilai kontrak 58.307.789 dolar AS," ucap Saut.
Pada Februari 2015, Aris dan tim teknis melakukan kegiatan "Factory Acceptance Test"(FAT) ke Jerman. Untuk kegiatan tersebut, PPK dan tim teknis diduga menerima fasilitas dari PT DRU sebesar Rp300 juta.
"Selanjutnya pada April 2016, ARS melakukan serah terima 4 kapal SKIPI bernama ORCA 01 sampai dengan ORCA 04 dengan berita acara yang ditandatangani AMG yang menyatakan pembangunan kapal SKIPI telah selesai 100 persen," ucap Saut.
Kemudian Aris telah membayar seluruh termin pembayaran kepada PT DRU senilai 58.307.788 atau setara Rp744.089.959.059. Padahal, diduga biaya pembangunan empat unit kapal SKIPI hanya Rp446.267.570.055.
"Diduga terdapat sejumlah perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan, baik belum adanya "engineering estimate", persekongkolan dalam tender, dokumen yang tidak benar, dan sejumlah PMH (perbuatan melawan hukum) lainnya," kata Saut.
Ia menyatakan kapal SKIPI tersebut diduga tidak sesuai spesifikasi yang disyaratkan dan dibutuhkan, di antaranya kecepatannya yang tidak mencapai syarat yang ditentukan, kekurangan panjang kapal sekitar 26 centimeter, "mark up" volume plat baja dan aluminium, dan kekurangan perlengkapan kapal lain.
"Diduga kerugian keuangan negara dalam pengadaan 4 unit kapal SKIPI sekurang kurangnya sebesar Rp61.540.127.782," ungkap Saut.